Oleh: Ustadz Muhammad Thalib
(Arrahmah.com) – Dari Abu Yaqzhan ‘Ammar bin Yasir, ia berkata:
مَنْ صَامَ اليَوْمَ الَّذِى يُشَكُّ فِيْهِ فَقََدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa puasa pada hari yang masih diragukan, maka sesungguhnya dia telah durhaka pada Abu Qasim Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.” (HR. Lima Ahli Hadits)
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Lima Ahli Hadits, yaitu: Ahmad, Nasa’i, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Hadits ini disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Ibnu ‘Abdul Bar menyatakan bahwa Hadits ini musnad. Para ahli hadits tidak berbeda pendapat dalam hal ini. Lafadz Hadits ini mauquf, tetapi isinya marfu’.
Hadits ini dapat dinilai sebagai sabda Nabi sendiri bila dikaitkan dengan Hadits lain yang memerintahkan melihat hilal Ramadhan, karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam baru memulai puasa Ramadhan setelah ada kepastian terlihat hilal Ramadhan, baik oleh beliau sendiri maupun oleh orang lain (sahabat).
Yang dimaksud dengan hari yang diragukan ialah hari yang belum diketahui apakah masih masuk bulan Sya’ban atau sudah masuk bulan Ramadhan ketika hilal awal bulan tidak terlihat karena terhalang hujan atau awan. Bila keadaan itu terjadi, hari tersebut dikatakan sebagai hari yang diragukan. Kita dilarang mengawali Ramadhan pada hari seperti itu.
(arrahmah.com)