Oleh: Sylviani Abdul Hamid, SH.I., MH
Advokat dan Direktur SNH Advocacy Center
(Arrahmah.com) – Ramadhan tahun ini merupakan ujian bagi Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, Cina. Beberapa wilayah di Xinjiang diberlakukan larangan puasa bagi pelajar, pegawai negeri, dan guru. Selain pembatasan puasa, terkait kebebasan menjalankan ibadah bagi muslim, pemerintah di Cina baik pusat maupun lokal membatasi kegiatan keagamaan yakni melarang sholat malam serta kegiatan keagamaan lainnya.
Saat ini, beberapa wilayah di Provinsi Xinjiang yang diterapkan larangan puasa dan pembatasan kegiatan keagamaan yakni Bole, Qiemo, dan Yili. Di Bole, tidak hanya puasa saja yang dilarang namun mencakup kegiatan shalat malam dan kegiatan lain terkait dengan agama seperti dikatakan pejabat setempat dan hal tersebut juga tercantum dalam laporan rapat pekan ini yang diupload di situs pemerintah setempat.
Di Qiemo, pemeriksaan untuk memastikan larangan puasa di wilayah tersebut akan ditingkatkan dengan alasan menjamin stabilitas di wilayah tersebut. Di Yili, petugas Masjid harus mengecek identitas pengunjung.
Itu baru larangan puasa dan pembatasan kegiatan keagamaan saat ini yang diketahui. Secara historis, larangan puasa dan pembatasan kegiatan keagamaan di Provinsi Xinjiang sudah diterapkan beberapa tahun sebelumnya sehingga diperkirakan masih banyak lagi wilayah di Provinsi Xijiang selain 3 wilayah yang disebutkan tadi yang diterapkan larangan puasa dan kegiatan keagamaan.
Larangan puasa dan pembatasan kegiatan keagamaan tersebut menghalangi Muslim Uighur untuk memenuhi kewajibannnya berdasarkan agamanya.
Kewajiban negara berdasarkan hukum internasional untuk menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia yang berupa kebebasan penduduknya dalam melaksanakan perintah agama tampaknya saat ini tidak diterapkan oleh Cina.
Menyatakan berdasarkan hukum kebiasaan internasional, Negara wajib menjamin penduduknya dalam melaksanakan perintah agamanya karena kebebasan memilih agama dan menjalankan agamanya merupakan hak asasi manusia. Kewajiban tersebut bisa dilihat dalam pasal 18 pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang saat ini ketentuannya diakui sebagai hukum kebiasaan internasional. Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ketentuan lengkapnya sebagai berikut:
“Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion; this right includes freedom to change his religion or belief, and freedom, either alone or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and observance.”
Ketentuan tersebut mewajibkan negara untuk menjamin pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tersebut diterapkan. Namun sepanjang larangan puasa dan pembatasan kegiatan keagamaan masih diterapkan baik oleh Cina baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah lokal, maka Cina masih belum melaksanakan kewajibannya berdasarkan hukum internasional untuk menjamin penduduknya dalam melaksanakan perintah agama.
(*/arrahmah.com)