Oleh: KH Luthfi Bashori
(Arrahmah.id) – Sedih dan prihatin rasanya saat membaca kitab-kitab karya tulis KH. Hasyim Asy’ari sang Pendiri NU, terkait peristiwa yang marak terjadi di jaman sekarang, seperti banyaknya para wanita yang tampil vulgar di depan kaum lelaki.
Ada acara Fashion Show keluarga besar pesantren, ada tari-tarian adat dan budaya Nusantara, ada pula para artis yang diundang khusus untuk menghibur jama’ah kaum muslimin, yang para pelakunya itu dari kalangan Fatayat, sedangkan para penontonnya itu dari kalangan warga Nahdliyin.
Bahkan ada pula yang ditampilkan di depan publik itu adalah pasangan lelaki dan wanita, sedangkan yang menikmati hiburan tersebut adalah campuraduk antara kaum muslimin dan kaum muslimat tanpa ada batasan sitarah (kelambu) di antara mereka.
Di antara keluhan KH. Hasyim Asy’ari itu, disebutkan dalam kitab karya beliau, Attanbiihaat Alwaajibaat sebagaimana berikut:
“Pada malam Senin tanggal 25 Rabi’ul Awwal tahun 1355 Hijriyah, aku melihat banyak orang dari para pelajar yang mencari ilmu pada sebagian pondok pesantren melakukan perkumpulan yang bernama “Maulid” (asli hukum perayaan Maulid Nabi itu boleh menurut KH. Hasyim Asy’ari), dan didatangkan untuk acara itu alat-alat permainan, kemudian membaca Al Qur’an dan hadts-hadis yang warid, tentang permulaan penciptaan Nabi Muhammad SAW dan apa saja yang terjadi saat kelahiran Beliau SAW yang berupa tanda-tanda dan seterusnya, termasuk membaca sirah (sejarah) Beliau SAW yang diberkahi.
Namun kemudian mereka melakukan perbuatan mungkar, yaitu saling memukul dan saling dorong-dorongan yang diberi nama “pencak” dan “tinju.”
Kemudian dipukullah rebana (ketipung) setiap kali acara itu dilakukan, dengan disaksikan para wanita ajnabiyah (non mahram) dari jarak yang sangat dekat.
Sehingga para wanita itu bisa menonton mereka (yang bermain pencak dan tinju), diiringi musik serta sandiwara dan permainan-permainan yang menyerupai perjudian dan berkumpulnya pria serta wanita campuraduk untuk menonton, dan tarian-tarian yang membuat mereka tenggelam di dalamnya dengan tertawa dan berteriak-teriak di dalam masjid dan sekitarnya.
Maka kemudian akupun melarang mereka dan mengingkari mereka dari perbuatan-perbuatan mungkar itu, lalu merekapun bubar dan pergi.
Setelah perkara ini terjadi sebagaimana yang aku gambarkan, aku khawatir perbuatan yang hina semacam ini menyebar ke berbagai tempat, dan orang-orang awam akan ikut-ikutan melakukan hal itu, menambah-nambahi dengan berbagai kemaksiatan lainnya. Bisa jadi perbuatan ini akan membawa mereka keluar dari agama Islam.
Maka aku menulis peringatan ini sebagai nasihat untuk agama dan sebagai bimbingan bagi kaum muslimin.
Aku memohon kepada Allahsubhanahu wata’ala agar menjadikan ini ikhlas hanya mengharapkan wajah-Nya yang mulia, sesungguhnya Dia adalah Dzat yang memiliki karunia yang besar.
Larangan KH. Hasyim Asy’ari di atas ini sesuai dengan apa yang ditulis dalam kitab Is’aadur rafiiq, juz 2 hal 67 karya Assyeikh Muhammad bin Salim bin Sa’id Babashiil Assyafi’i.
إسعاد الرفيق للشيخ محمد بن سالم بن سعيد بابصيل الشافعي (ج:2 ص:67)
مِنْ أَقْبَحِ الْمُحَرَّمَاتِ وَأَشَدِّ الْمَحْظُورَاتِ اِخْتِلَاطُ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ فِى الْجُمُوعَاتِ لِمَا يَتَرَتَّبُ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الْمَفَاسِدِ وَالْفِتَنِ الْقَبِيحَةِ.
“Sebagian dari yang paling buruk-buruknya perbuatan haram dan paling beratnya perkara yang dilarang agama, adalah bercampurnya laki-laki dan perempuan (non Mahram) dalam satu tempat perkumpulan atau pertemuan. Karena hal itu dapat menyebabkan kerusakan dan fitnah yang buruk.”
Lebih jelas lagi larangan tersebut dalam kitab ini, pada juz 2 hal 136
(و) منها (خروج المرأة) من بيتها (متعطرة أو متزينة ولو) كانت (مستورة و) كان خروجها (بإذن زوجها إذا كانت تمر) في طريقها (على رجال أجانب) عنها لقوله عليه الصلاة والسلام: أيما امرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا ريحها فهي زانية وكل عين زانية
“Di antara perkara yang haram adalah keluarnya seorang wanita dari rumahnya dalam keadaan memakai wewangian atau berhias walaupun tertutup, dan keluarnya wanita tadi dengan izin suaminya, jika dia lewat pada suatu jalan yang di situ ada kaum laki-laki yang bukan mahram (ajnabi) darinya. Karena ada hadits Nabi SAW: “Perempuan manapun memakai wewangian kemudian lewat pada suatu kaum (laki-laki) agar mereka mendapati bau harumnya, maka ia adalah seperti wanita pezina dan setiap mata (lelaki) yang (tertarik lalu) memandangnya adalah mata yang berzina.”
(ameera/arrahmah.id)
Berarti kondisi sekarang sudah jauh melenceng dari apa yang mereka akui sebagai pengikutnya…
Kira kira kalau sudah jauh apakah masih dapat disebut sbg pengikut?