DAMASKUS (Arrahmah.com) – Sebuah organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Inggris telah mendokumentasikan 242 pelanggaran yang dilakukan selama kesepakatan “gencatan senjata” yang ditengahi oleh Rusia dan Amerika serikat yang mulai berlaku sejak 12 September.
Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SNHR) mendokumentasikan 203 pelanggaran yang dilakukan oleh rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad, sementara Rusia melakukan 10 pelanggaran dan kubu oposisi melakuan 6 pelanggaran serta Kurdi melakukan 5 pelanggaran, lansir Zaman Alwasl pada Jum’at (23/9/2016).
Laporan oleh SNHR menyebutkan bahwa terhentinya kesepakatan “gencatan senjata” karena dua alasan utama, pertama adalah bahwa pemerintah Rusia adalah pengawas “gencatan senjata” bersama dengan Amerika Serikat, namun Rusia dalam waktu yang sama merupakan pendukung rezim Asad yang melakukan intervensi militer, selain itu Rusia terlibat dalam banyak kejahatan perang terhadap rakyat Suriah, sehingga pasukan Rusia harus menarik pasukannya dan berhenti mendukung rezim Asad jika memiliki kemauan nyata untuk memainkan peran mediator.
Poin kedua adalah bahwa pasukan Rusia telah melakukan pelanggaran “gencatan senjata” yang terdokumentasikan.
Laporan itu menyebutkan bahwa tidak ada catatan terkait pemberian bantuan apapun untuk lingkungan di timur Aleppo yang dikuasai oleh pejuang Suriah, hal tersebut merupakan salah satu poin utama diberlakukannya “gencatan senjata”.
Kepala SNHR, Fadl Abdul-Ghani mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “gencatan senjata” telah mengakibatkan penurunan yang signifikan dalam jumlah korban dan jumlah kerusakan, terutama pada dua hari pertama kesepakatan tersebut berlaku, itu membuktikan bahwa serangan udara oleh pasukan rezim Asad dan Rusia merupakan penyebab utama dari pembunuhan dan kehancuran.
“Kami selalu menuntut agar zona larangan terbang ditegakkan di Suriah yang bisa menghasilkan menurunnya angka korban tewas,” ujarnya. (haninmazaya/arrahmah.com)