ONTARIO (Arrahmah.com) – Lebih dari 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar sejak Agustus 2017, menurut laporan baru, dikutip Anadolu pada Minggu (19/8/2018).
Angka-angka itu terungkap dalam laporan Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terungkap, yang dirilis oleh Badan Pembangunan Internasional Ontario, yang melibatkan para peneliti dan organisasi dari Australia, Bangladesh, Kanada, Norwegia dan Filipina.
Pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh dari Myanmar mengatakan lebih dari 40.000 warga Rohingya menderita luka tembak, kata laporan itu.
Penelitian ini membawa perkiraan jumlah Rohingya yang terbunuh hingga 23.962 (± 881) dari jumlah yang diberikan sebelumnya 9.400 oleh Doctors Without Borders.
Lebih dari 34.000 orang dilemparkan ke dalam api hidup-hidup dan lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut penelitian.
Selain itu, laporan itu pun mengungkapkan 17.718 (± 780) wanita dan gadis Rohingya diperkosa saat tentara dan polisi Myanmar secara sistematis menargetkan kelompok yang paling teraniaya di dunia ini.
Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 115.000 rumah-rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak.
Laporan sebelumnya oleh Doctors Without Borders mengatakan setidaknya 9.400 orang Rohingya tewas di Rakhine dari 25 Agustus hingga 24 September tahun lalu.
Kelompok kemanusiaan mengatakan jumlah itu termasuk 730 anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Studi baru memberi contoh kebrutalan oleh tentara Myanmar dan perlakuan tidak manusiawi terhadap minoritas Rohingya.
Salah satu catatan yang paling mengganggu yang dilaporkan oleh kelompok studi ini adalah laporan dari seorang wanita Rohingya berusia 21 tahun, Hasina Begum, yang “cukup beruntung untuk bertahan hidup dan melarikan diri ke Bangladesh”.
Di desanya, Tolatuli (Moungdaw), Begum mendengar suara tembakan dan melihat militer membakar seluruh desa dan membunuh orang-orang. Dia dan keluarganya, bersama dengan yang lain, berlindung di tepi sungai tetapi personil tentara mengepung mereka dan mulai melepaskan tembakan brutal, menewaskan 50-60 orang sekaligus.
Beberapa dari mereka melompat ke sungai tetapi hanya beberapa yang selamat.
Tentara membunuh semua orang dalam empat hingga lima jam selanjutnya dan membakar tubuh mereka di dalam lubang yang telah digali sebelumnya. Para anggota tentara kemudian mengambil bayi Begum yang berumur empat bulan dan melemparkannya ke dalam api yang menyala.
Para prajurit memperkosa wanita muda, termasuk Begum, sebelum membakar bangunan tempat mereka dikumpulkan sebelum pergi.
Begum dan adik iparnya kemudian berhasil mencapai perbatasan Bangladesh-Myanmar dalam beberapa hari berikutnya.
Sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas Muslim minoritas, menurut Amnesti Internasional.
Lebih dari 40 persen pengungsi Rohingya berada di bawah usia 12 tahun, menurut PBB dan banyak lainnya adalah orang lanjut usia yang membutuhkan bantuan dan perlindungan tambahan.
Permukiman di Kutupalong dan Nayapara di distrik Cox’s Bazar di Bangladesh menampung hampir semua yang datang dari Myanmar.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat karena puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.
PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh personil keamanan.
Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (Althaf/arrahmah.com)