DAMASKUS (Arrahmah.com) – Dewan Urusan Internasional Rusia (RIAC) berharap bahwa Rusia, Turki dan Iran akan mencapai konsensus untuk menghapus kepala rezim Suriah, Bashar Asad, dan membangun gencatan senjata sebagai imbalan untuk membentuk pemerintahan transisi yang meliputi oposisi, anggota rezim dan Pasukan Demokrat Suriah (SDF).
RIAC, yang dikenal dekat dengan para pengambil keputusan di pemerintah Rusia, mengatakan dalam sebuah laporan bahwa sebuah organisasi Rusia bernama Yayasan untuk Perlindungan Nilai-Nilai Nasional, yang berafiliasi dengan layanan keamanan dan kantor Presiden Vladimir Putin, telah melakukan jajak pendapat di Suriah.
Ini mengirim pesan politik yang sangat jelas, menyampaikan bahwa rakyat Suriah tidak ingin Asad tetap menjadi presiden.
Laporan tersebut menyatakan bahwa, sejak awal intervensi militernya di Suriah, Moskow telah tertarik untuk tidak dianggap sebagai pembela Asad, dan mengklaim bahwa “rakyat Suriah akan memutuskan apakah Asad tetap atau tidak dalam kekuasaan”, lansir Zaman Alwasl (4/5/2020).
Rusia menjadi lebih serius dalam melakukan perubahan di Suriah, menurut RIAC, paling tidak karena melindungi Asad telah menjadi beban.
Kantor berita Rusia TASS menjelaskan: “Rusia mencurigai bahwa Asad tidak hanya tidak dapat memimpin negara lagi, tetapi juga bahwa kepala rezim Suriah tengah menyeret Moskow ke skenario Afghanistan, yang merupakan kemungkinan yang sangat membingungkan bagi Rusia.”
Sementara itu, kantor berita tersebut menambahkan bahwa Iran, yang sedang mendapatkan sanksi-sanksi dari AS, tidak tertarik untuk mencapai stabilitas di seluruh kawasan, karena menganggapnya sebagai medan perang dengan Washington.
Kantor berita tersebut menganggap bahwa sementara Moskow siap menggunakan Asad untuk menegosiasikan perjanjian yang menjamin kepentingannya, itu akan mengorbankan rakyat Suriah untuk memastikan bahwa Asad tetap berkuasa.
Menurut TASS, Asad tidak dapat menolak tuntutan-tuntutan Rusia, jadi ia membuat mereka mendengar apa yang ingin mereka dengar, tetapi pada akhirnya, ia mengimplementasikan tuntutan Teheran.
Kantor berita Rusia menekankan bahwa Moskow bekerja pada kombinasi skenario termasuk skenario yang melihat kekuatan yang ada di Suriah saling menerima ruang lingkup pengaruh satu sama lain. Akibatnya, Suriah akan tetap terbagi menjadi wilayah yang dilindungi oleh Teheran dan Moskow, wilayah oposisi yang didukung oleh Turki, dan Eufrat Timur yang didukung oleh Washington dan SDF, jelas TASS.
Ini menunjukkan bahwa opsi kedua membutuhkan penarikan lengkap semua pasukan asing dan penyatuan negara setelah mencapai transformasi politik sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2254.
TASS menganggap bahwa opsi ini lebih murah untuk semua pihak.
Seperti diketahui, Turki telah lama menyerukan penghapusan Asad sebagai prasyarat untuk mengakhiri operasinya di Suriah. (haninmazaya/arrahmah.com)