DAMASKUS (Arrahmah.com) – “Mengejar tujuan-untuk mengakhiri perang di Suriah-Amerika dan Rusia, negara-negara yang memiliki kepentingan kuat di Suriah, membentuk kesepakatan untuk melaksanakan rencana tunggal untuk negara tersebut,” tulis harian Turki, Yeni Safak mengutip laporan Debkafile, sebuah situs yang terkenal karena hubungannya dengan intelijen “Israel”.
Berdasarkan rencana yang diungkapkan oleh mata-mata Yahudi, Suriah akan dibagi menjadi dua zona, salah satunya akan menjadi kendali Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dan sisanya akan tetap berada di bawah rezim Alawiyah. Ini harus didahului dengan gencatan senjata dan diskusi serius tentang masa dengan negara itu, menurut Debkafile seperti dilansir Kavkaz Center.
Dalam rangka mencapai tujuan mereka di Suriah (yaitu kontrol atas senjata kimia Suriah dan menjamin pembentukan sebuah pemerintahan transisi pro-Barat di Suriah setelah Assad turun dan mencegah semakin kuatnya posisi Mujahidin di Suriah) Amerika menyadari butuh masukan dari Putin secara pribadi, ke dalam rencana. Amerika sadar, hal ini paling tidak dapat mempertahankan kekuasaan Assad sampai 2014.
Sebelumnya, media Amerika melaporkan bahwa negara itu secara resmi mengumumkan rencana untuk mengirimkan bantuan langsung ke individu kelompok oposisi di Suriah untuk meningkatkan peluang mereka untuk melawan Mujahdiin.
Rencana bantuan untuk pasukan yang mendukung demokrasi juga sedang diusahakan oleh Eropa.
Rezim Arab (termasuk Saudi) mengatakan bahwa mereka akan mendukung ide mempersenjatai pasukan “moderat yang baik”.
Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague juga mengatakan bahwa Inggris sedang mempersiapkan diri untuk secara signifikan meningkatkan dukungan untuk oposisi sekuler. Terkait hal ini, “koalisi nasional” mengharapkan dukungan militer dari pertemuan di Roma.
“Kami berharap untuk menerima dukungan militer, politik, kemanusiaan,” ujar Riad Seif, Wakil Kepala NCA. “Kami meminta teman-teman kami untuk memberikan setiap dukungan untuk mencapai keuntungan di lapangan dan membantu mencapai solusi politik untuk posisi yang kuat, bukan lemah.”
Sementara itu, rezim Syiah Irak melalui mulut Nouri al-Maliki mengatakan bahwa “penyelesaian damai” dari perang di Suriah dirancang untuk mencegah Mujahidin Suriah mengambil alih kekuasaan. (haninmazaya/arrahmah.com)