ISTANBUL (Arrahmah.com) – Pada hari ini, pengacara sekaligus Aktivis Hak Asasi Manusia dari beberapa perwakilan negara dunia, Rabu (18/11/2015) berkumpul di ruang sidang The 7th Criminal Court, Istambul, Turki untuk mengikuti persidangan lanjutan atas peristiwa berdarah penyerangan yang dilakukan tentara Israel terhadap aktivis kemanusiaanThe Gaza Freedom Flotilla pada kapal penumpang MV Mavi Marmara 31 Mei 2010 silam.
Advokat sekaligus Direktur Eksekutif SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid yang mengikuti persidangan ini menginformasikan bahwa sidang ini digelar untuk yang kesepuluh kalinya sejak dimulai pada bulan November 2 lalu dengan agenda sidang menghadirkan para saksi dari beberapa negara yang menjadi korban penyerangan brutal tentara Israel.
“Agenda sidang masih saksi, jumlah saksi yang hadir sekarang sekitar enam orang” katanya.
Pengadilan ini menurut dia, merupakan salah satu upaya menegakkan hak asasi manusia dan keadilan bagi para korban sekaligus keluarga korban. Berdasarkan data korban, sebanyak sepuluh orang tewas dan seratus lima puluh enam korban luka-luka dan 52 diantaranya luka berat.
Sylvi menyampaikan, walaupun pada akhir putusannya nanti hanya berlaku pada yuridiksi pemerintahan Turki, namun akan menjadi preseden Israel adalah negara pelanggar HAM. “kami berharap dunia melek dan mendorong PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) untuk menyeret Israel ke International Criminal Court“.
Terkait dengan pembantaian aktivis kemanusiaan The Gaza Freedom Flotilla ini Spanyol dan Afrika Selatan telah mengeluarkan perintah penangkapan kepada pejabat tinggi pemerintah Israel termasuk Netanyahu apabila mereka menginjakkan kaki di dua negara tersebut hal ini sebagaimana dilansir beberapa media masa, Spanyol dan Afrika Selatan yang telah mengeluarkan Memo Penangkapan kepada pejabat tinggi pemerintah Israel termasuk Benyamin Netanyahu.
Sylvi dalam pernyataanya berharap peran Indonesia lebih besar dalam mewujudkan perdamaian dunia sebagaimana Preambule UUD 1945 yang menyatakan “Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri-kemanusiaan dan peri-keadilan”.
Dia berharap kedepan Konstitusi Indonesia memungkinkan menggelar persidangan serupa terhadap para pelaku Kejahatan Kemanusiaan, walaupun sesuatu yang tidak mungkin untuk saat ini, karena terganjal aturan hukum. “Hukum Indonesia tidak memungkinkan menggelar sidang seperti ini, walaupun ada Warga Negara Indonesia yang menjadi korban, andaikan bisa bukan hanya Israel yang akan kita seret kedalam Peradilan tapi juga Penjahat Kemanusiaan lainya” jelasnya
(azmuttaqin/*/arrahmah.com)