WASHINGTON (Arrahmah.id) — Mantan Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat (AS) Mark Milley mengatakan AS tidak berhak mengkritik Israel atas kebrutalannya di Jalur Gaza.
Menurut pensiunan jenderal tertinggi Pentagon tersebut, Amerika harus mengingat daftar panjang kejahatan perang yang dilakukan sepanjang sejarahnya, termasuk di Jepang dan Irak.
Ini adalah pengakuan langka dari mantan petinggi militer Amerika tentang daftar aib militer negaranya.
“Sebelum kita semua merasa benar sendiri mengenai apa yang dilakukan Israel…kita tidak boleh lupa bahwa kita, Amerika Serikat, telah membunuh banyak orang tak berdosa di Mosul, di Raqqa,” kata Milley dalam forum The Ash Carter Exchange on Innovation and National Security pada Rabu, yang dilansir Responsible Statecraft (10/5/2024).
“Bahwa kita, Amerika Serikat, telah membunuh 12.000 warga sipil Prancis yang tidak bersalah,” lanjut Milley.
“Kita menghancurkan 69 kota di Jepang, tidak termasuk Hiroshima dan Nagasaki. Kami membantai orang-orang dalam jumlah besar, orang-orang tak bersalah yang tidak ada hubungannya dengan pemerintah mereka; pria, wanita dan anak-anak,” papar Milley.
Komentar Milley terkesan sebagai upaya untuk membenarkan kebrutalan Israel di Gaza, di mana lebih dari 34.000 warga sipil sejauh ini telah terbunuh dalam invasi brutal Israel, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Pernyataan mantan jenderal itu juga muncul ketika protes massal mahasiswa pro-Palestina dan tuduhan bahwa pemerintahan Biden mendukung genosida rakyat Palestina di Gaza oleh Israel.
Departemen Luar Negeri AS terus mengeklaim bahwa tindakan Israel di Gaza tidak berarti genosida dan bahwa Pengadilan Kriminal Internasional tidak memiliki yurisdiksi atas konflik Israel-Palestina dan oleh karena itu tidak berhak mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan pejabat senior Zionis lainnya.
Pada hari Senin, Israel memulai operasi militer di bagian timur Rafah dan mengambil kendali sisi Gaza di persimpangan Rafah dengan Mesir.
Kelompok perlawanan Palestina; Hamas, mengatakan bahwa mereka telah menyetujui ketentuan perjanjian gencatan senjata yang diusulkan oleh mediator Mesir dan Qatar, namun Netanyahu menyebut perjanjian gencatan senjata tersebut tidak dapat diterima.
Sekitar 1,4 juta warga Palestina diyakini berlindung di Rafah. Keselamatan mereka semakin terancam dengan kenekatan militer Zionis Israel meluncurkan invasi darat. (hanoum/arrahmah.id)