JAMBI (Arrahmah.com) – Pada Sabtu (21/9/2019), warga di Kecamatan Kumpe, Jambi kaget dengan pemandangan saat siang hari.
Langit yang seharusnya cerah, berubah menjadi gelap dan berwarna merah darah.
Peristiwa itu terjadi, akibat kebakaran hutan dan lahan di Desa Puding dan beberapa desa lain d sekitarnya.
Petugas pemadam kebakaran hutan dan lahan masih terus berusaha memadamkan si jago merah.
Salah seorang warga Kumpe, Arif membenarkan kabar tersebut. Ia mengatakan, langit di kecamatannya berubah jadi gelap dan merah. Tak hanya itu, pandangan dan pernapasan juga terganggu akibat asap tebal.
“Siang sudah kayak malam, Kumpe saat ini parah banget kebakarannya,” tuturnya.
Ia mengaku kesal, karena Pemerintah Jambi seolah acuh terhadap kondisi tersebut. Terutama, Gubernur Jambi yang dianggapnya membiarkan kebakaran itu terjadi.
Terkait fenomena tersebut, BMKG menjelaskan langit berubah menjadi warna merah karena adanya hamburan sinar matahari partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol). Hamburan ini dikenal teori fisika dengan istilah mie scattering.
“Mengapa Langit memerah? Jika ditinjau dari teori fisika atmosfer pada panjang gelombang sinar tampak, langit berwarna merah ini disebabkan oleh adanya hamburan sinar matahari oleh partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol), dikenal dengan istilah hamburan mie (mie scattering ). Mie scattering terjadi jika diameter aerosol dari polutan di atmosfer sama dengan panjang gelombang dari sinar tampak (visible) matahari,” kata Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto kepada wartawan, Ahad (22/9/2019).
Siswanto menjelaskan, panjang gelombang sinar merah pada ukuran 0,7 mikrometer atau lebih dengan konsentrasi sangat tinggi. Selain itu, sebaran partikel polutan juga luas untuk membuat langit berwarna merah.
“Kita mengetahui bahwa konsentrasi debu partikulat polutan berukuran kurang dari 10 mikrometer sangat tinggi di sekitar Jambi, Palembang, dan Pekanbaru. Tetapi langit yang berubah merah terjadi di Muaro Jambi ini, berarti debu polutan di daerah tersebut dominan berukuran sekitar 0,7 mikrometer atau lebih dengan konsentrasi sangat tinggi. Selain konsentrasi tinggi, tentunya sebaran partikel polutan ini juga luas untuk dapat membuat langit berwarna merah,” ujar dia.
“Mengapa dikatakan ukuran partikel bisa lebih dari 0.7 mikrometer? Ini dikarenakan mata manusia hanya dapat melihat pada spektum visibel (0.4-0.7 mikrometer),” sambung Siswanto, lansir Detik.com.
(ameera/arrahmah.com)