JAKARTA (Arrahmah.id) – Jakarta masih diselimuti polusi udara yang tidak sehat. Ketua Pimpinan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup (LPLH) Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut mengimbau masyarakat untuk mengurangi paparan polusi tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan masyarakat menurut Hayu Susilo Prabowo adalah mengurangi emisi saat bepergian, termasuk saat berangkat ke masjid untuk menunaikan salat. Menurutnya, jika jarak masjid masih bisa dijangkau, pergi dengan berjalan kaki lebih baik.
“Kurangi keluar, saling lebih menjaga terhadap sesama. Misalnya kalau ke masjid bisa jalan, iya jalan kaki sajalah, tidak usah pakai motor, atau juga bisa pakai transportasi publik,” papar Hayu dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (21/8/2023), lansir Detik.com.
Menurut Hayu, emisi yang dihasilkan dari penggunaan motor dan mobil sedikit banyak menyumbang pencemaran udara.
Selain itu, lanjutnya, hal yang dapat dilakukan masyarakat yakni melakukan mitigasi dengan memperbanyak menanam pohon.
“Selain karbon dioksida kembali terserap oleh pepohonan, menanam pohon merupakan bagian dari hal yang dianjurkan dalam agama Islam,” tuturnya.
Hayu mengungkapkan, MUI saat ini tengah merumuskan fatwa terkait tingginya emisi atau polusi udara. Fatwa tersebut beriorientasi pada kesehatan untuk jangka pendeknya dan perubahan iklim untuk jangka panjangnya.
“Sejumlah fatwa MUI, juga bentuk imbauan agar umat dapat peduli terhadap kondisi, lingkungan sekitar, seperti fatwa mengelola sampah, menanam pohon, menjaga satwa langka,” jelasnya.
Untuk itu, Hayu mengimbau agar masyarakat senantiasa memiliki sikap yang ramah pada lingkungan sebagaimana disusun fatwa-fatwa tersebut.
“Kita perlu sadar bahwa kehidupan manusia ini bergantung pasa bumi. Kalau buminya rusak, punahlah kita semua,” tegasnya
Perlu diketahui, kualitas udara di Jakarta masih berada di kategori ‘tidak sehat’ untuk kelompok sensitif.
Berdasarkan aplikasi pemantau kualitas udara, Nafas Indonesia, yang diakses Senin (21/8/2023) pukul 12.10 WIB, daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, berada di zona oranye dengan tingkat AQI 141 dan PM2.5 menyentuh 52.
Lain halnya di Kembangan Selatan, tingkat polusi udara berada di angka 160 dengan PM 2.5 sebesar 74. Wilayah zona merah lainnya yakni di Kembangan Utara berada di kategori ‘tidak sehat’ yang kualitas udaranya berada di angka 158 dan PM2.5 sebesar 71.
Sementara itu berdasarkan situs pemantau udara, IQAir, nilai kualitas udara di Jakarta dalam kategori ‘tidak sehat’ yang berada di angka 157 dengan tingkat PM2.5 saat ini 13,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.
Hayu mengatakan, sumber utama emisi atau polusi udara di Jakarta berasal dari penggundulan hutan disertai kebakaran lahan, kendaraan bermotor, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, dan pembakaran sampah.
“Karena di Jakarta itu dikelilingi, itu ada petanya tuh, kalau tidak salah terdapat lima pembangkit listrik batu bara. Jakarta juga kekurangan hutan, mangrovenya juga banyak yang rusak dan kebetulan kondisi sekarang kemarau,” tuturnya.
(ameera/arrahmah.id)