WASHINGTON (Arrahmah.com) – Amerika Serikat menghadapi kritik dan gugatan dari Dewan HAM PBB mengenai tuduhan kekerasan dan menunda-nunda penutupan Pusat Penahanan Teluk Guantanamo, dilaporkan oleh Press TV pada Jumat (5/11/2010).
Lembaga yang berpusat di Jenewa itu menyeru Gedung Putih untuk melakukan penyelidikan terhadap kekerasan di fasilitas penahanan AS tersebut.
Sejumlah duta besar dari 47 negara anggota sepakat agar AS segera menutup fasilitas penahanannya, baik penjara Guantanamo di Kuba maupun pangkalan udara Bagram di Afghanistan.
Beberapa negara Eropa, termasuk Inggris juga Australia, merekomendasikan sebuah penangguhan atau penghapusan terhadap para tahanan yang menghadapi hukuman mati.
Sementara itu, Perancis mendesak Barack Obama agar menepati janjinya tahun 2009 untuk menutup Guantanamo yang saat ini menjadi rumah bagi 172 tahanan. Obama menjanjikan hal tersebut saat ia diangkat menjadi presiden AS tahun 2008 Perancis bersikeras agar Kongres, Mahkamah Tinggi, dan sekutu-sekutu AS bisa membantu AS dalam merealisasikan penutupan tersebut.
Duta besar dari Kuba, Rodolfo Reyes Rodriguez, meminta AS menghentikan kejahatan perang dan pembunuhan terhadap warga sipil. Sedangkan duta dari Venezuela, Mundarain Hernandez, mengusulkan agar Washington segera menyeret pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran HAM di Guantanamo itu ke meja hijau.
Washington Post melaporkan pada hari Kamis (4/11/2010) mantan presiden AS, George W. Bush menulis dalam biografinya bahwa ia sendiri yang memberi izin pada CIA untuk mengeksekusi Khalid Sheikh Mohammed, orang yang dituduh sebagai otak serangan 11 September, dengan jalan waterboarding.
Sebanyak 36 delegasi AS berusaha untuk membela AS dan menolak tuduhan negaranya melakukan banyak pelanggaran hak asasi manusia.
“Meskipun ada beberapa percakapan yang bermotif politik, keseluruhan pembicaraan itu merupakan dialog konstruktif tentang hak asasi manusia internasional,” kepala delegasi dan sekretaris asisten di Departemen Luar Negeri AS, Ester Brimmer, mengatakan kepada wartawan beberapa saat setelah pertemuan.
Namun sungguh disayangkan, lagi-lagi Universal Periodic Review yang dilaksanakan empat tahunan oleh PBB dan rekan-rekannya ini tidak pernah mampu menghasilkan sanksi tegas atas perilaku tak beradab AS. (althaf/arrahmah.com)