JAKARTA (Arrahmah.com) – Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (NU) akan memantau 125 titik hilal awal Ramdhan 1438 H. Ketua Lajnah Falakiyah NU KH Ghazali Masruri mengatakan tahun ini selain dari titik pantau yang menjadi prioritas untuk laporan pemantauan NU juga akan melihat pemantauan hilal di daerah-daerah pedalaman.
“Kami akan menempatkan ahli rukyat di daerah-daerah seluruh Indonesia termasuk daerah terpencil dan terluar seperti di Yapen, Papua,” katanya dikutip Republika.co.id, Kamis (18/5/2017).
Penambahan titik pantau ini adalah bagian dari perluasan pemantauan hilal di daerah yang masih dalam wilayah Indonesia. Meskipun sebenarnya sebelumnya seluruh daerah memiliki perwakilannya sendiri-sendiri tetapi hanya diambil beberapa saja.
“Indonesia ini merupakan negara kepulauan, sehingga sangat perlu untuk memantau hilal di setiap pulau baik yang biasa dilakukan maupun pulau-pulau terluar dan terpencil,” kata dia.
Pemantauan hilal ini dilakukan oleh orang yang ahli dan paham mengenai ilmu falakiyah. Lama pemantauan hilal bergantung dari banyaknya pengalaman setiap ahli.
Ahli falakiyah di sukabumi, misalnya, dalam waktu enam menit setelah matahari tenggelam dapat segera membuat laporan mengenai apakah hilal sudah terlihat dan sesuai dengan syarat minimal bulan baru muncul. Tetapi untuk mereka yang masih baru biasanya membutuhkan waktu 45 menit untuk mengamati hilal.
Untuk mengamati hilal, para ahli biasanya sudah memiliki tempat yang paling baik untuk melihat hilal. Di Sukabumi misalnya, mereka biasa melihat hilal di Pelabuhan Ratu.
Tak hanya menggunakan pemantauan hilal, NU juga menggunakan metode hisab. Namun metode ini hanya dijadikan prediksi sedangkan kepastian tetap menunggu pemantauan hilal. Tak hanya hisab, mereka juga akan membahas penentuan awal Ramadhan ini dengan ahli astronomi yang dimiliki NU.
Muhammadiyah
Sementara itu, terkait Awal Ramadhan, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadan 1438 H jatuh pada 27 Mei 2017. Keputusan tersebut diambil berdasarkan hisab wujudul hilal yang menjadi pedoman ormas tersebut.
“Ramadan 1438 H jatuh pada Sabtu, 27 Mei 2017,” ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (14/3).
Dia menjelaskan, posisi hilal jelang ramadan berada pada 7 derajat. Dalam posisi itu, di seluruh wilayah Indonesaia saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk.
Begitu pula dengan penetapan awal Idul Fitri 1 Syawal 1438 H. Dia menegaskan, Lebaran akan jatuh pada 25 Juni 2017. “Tanggal 1 Syawal 1438 jatuh pada Ahad, 25 Juni 2017,” kata dia.
Menurut dia, penetapan Idul Fitri itu berdasarkan wujudul hilal yang sudah berada di atas 4 derajat. Karena itu, dia berharap Lebaran tahun ini akan berbarengan dengan keputusan pemerintah.
“Kemungkinan akan sama dengan pemerintah. Karena kan posisi hilal saat itu berada di sekitar 7 derajat. Sudah tinggi. Nah pemerintah walaupun menggunakan rukyatul hilal biasanya di atas 4 derajat itu sudah masuk rukyat (terlihat), bahkan ada pendapat kalau 2 derajat, sudah rukyat,” jelas dia.
Meski telah terlebih dulu menentukan momen itu, Mu’ti menegaskan pihaknya akan menghadiri sidang isbat yang digelar pemerintah untuk menentukan hari besar Islam. Namun begitu, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
“Seperti sidang isbat tidak disiarkan langsung oleh media. Kemudian jika terjadi perbedaan pendapat, harus dimasukkan ke dalam pertimbangan pengambilan keputusan agar tidak ada pendapat kelompok tertentu yang merasa diabaikan,” ujar dia.
Terakhir, jika adanya perbedaan merayakan Idul Fitri, pemerintah harus menegaskan bahwa masyarakat tetap berhak mengggunakan fasilitas publik. “Pernah kejadian, saat hari raya pemerintah tidak meliburkan aktivitas sekolah Muhammadiyah. Padahal perayaan itu kan bagian dari keyakinan,” ujar dia.
(azm/arrahmah.com)