WASHINGTON (Arrahmah.id) — Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memberikan memberikan sejunlah amnesti pada beberapa orang tapi menolak permohonan yang diminta Dr. Aafia Siddiqui atau Lady of Al Qaeda, beberapa jam sebelum meninggalkan Gedung Putih pada Senin (20/1/2025).
Sebelumnya, dilansir Arab News (20/1), Lady of Al Qaeda telah memohon kepada Presiden AS Joe Biden untuk memberinya pengampunan sebelum ia menyerahkan tampuk kendali negara itu kepada Presiden terpilih Donald Trump, kata pengacaranya pekan ini.
Dr. Aafia Siddiqui, seorang ahli saraf lulusan AS, dihukum pada tahun 2010 atas berbagai tuduhan, termasuk mencoba membunuh warga negara AS. Ia menjadi tersangka setelah meninggalkan AS dan menikahi keponakan Khalid Sheikh Mohammed, seorang dalang serangan 11 September 2001.
Siddiqui terluka selama konfrontasi dengan pejabat AS di Afghanistan pada tahun 2008, dengan beberapa laporan menunjukkan ia menembak orang AS. Dia dijatuhi hukuman 86 tahun penjara pada tahun 2010, yang memicu protes keras dari Pakistan dan aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia.
Keluarganya mengklaim bahwa dia sedang mengunjungi Pakistan pada tahun 2003 ketika dia diculik bersama ketiga anaknya oleh badan intelijen utama Pakistan dan diserahkan ke Badan Intelijen Pusat (CIA), yang membawanya ke Afghanistan. Badan intelijen Pakistan telah membantah klaim tersebut.
Pengacara Dr. Siddiqui, Clive Stafford Smith, telah menyerahkan berkas berisi 76.500 kata kepada Biden dan meminta presiden AS untuk mengampuni dia sebelum Trump dilantik pada hari Senin.
“Kami hanya berdoa dan berharap pengampunan kami diberikan pada hari Senin pagi,” kata Smith kepada Arab News.
“Dan jika tidak, kembali ke rencana B, rencana C, dan rencana D sampai kami mengeluarkannya dari tempat yang mengerikan ini,” tambahnya.
Smith mengatakan Siddiqui “dalam suasana hati yang baik” saat bertemu dengannya pada hari Jumat di fasilitas penahanan di Fort Worth, Texas, selama empat jam meskipun dia mengalami trauma.
Dia mengatakan Dr. Fowzia Siddiqui, saudara perempuannya, telah menempuh perjalanan 10.000 mil untuk menemuinya tetapi hanya diizinkan satu jam dan 40 menit untuk menemuinya.
Perdana Menteri Shehbaz Sharif juga menulis surat kepada Biden pada bulan Oktober 2024, yang menyerukan pembebasan Siddiqui.
Dalam surat tersebut, Sharif menekankan bahwa beberapa pejabat Pakistan telah melakukan kunjungan konsuler kepadanya di penjara, yang menimbulkan “kekhawatiran serius” tentang perawatannya selama di penjara.
Perdana menteri mengatakan waktu yang dihabiskannya di penjara telah “sangat memengaruhi kesehatan mental dan fisiknya yang sudah rapuh,” seraya menambahkan: “Faktanya, mereka [para pejabat] bahkan takut dia bisa bunuh diri.”
Biden memiliki waktu hingga hari Senin untuk memberikan grasi kepada Siddiqui. Sejauh ini, dia telah mengeluarkan 39 pengampunan dan meringankan 3.989 hukuman.
Menurut Sky News, Smith mengklaim serangkaian kesalahan intelijen menyebabkan dirinya awalnya menjadi tersangka, dengan mengutip keterangan saksi yang tidak tersedia pada saat persidangannya.
Smith mengatakan intelijen AS “salah tangkap sejak awal” karena badan intelijen mengira Siddiqui adalah fisikawan nuklir yang sedang mengerjakan bom radioaktif “padahal sebenarnya dia meraih gelar doktor di bidang pendidikan.”
Siddiqui ini sempat menjadi incaran negara di seluruh dunia dan diinginkan untuk dibebaskan oleh berbagai kelompok Islam.
Kelompok militan Islamic State (ISIS) pernah menawarkan pertukaran wartawan AS, James Foley dengan Siddiqui. Mereka juga pernah menawarkan menukar tahanan bernama Bowe Bergdahl, namun AS tidak bergeming dengan tawaran itu. (hanoum/arrahmah.id)