ERBIL (Arrahmah.com) – Kubu sekuler di wilayah Kurdistan Irak dinilai telah mendorong terjadinya keretakan ideologis melalui larangan resmi pemerintah terhadap khutbah Jumat.
Pelarangan ini digagas oleh beberapa intelektual dan feminis setelah Mullah Farman Kharabaiy, imam masjid Majidawa di Erbil, menuduh sejumlah feminis Kurdi terkemuka melakukan penghujatan terhadap khutbah Jumatnya.
Pamflet dengan judul “Kebenaran yang Hilang” disebarkan oleh Mullah Farman Kharabaiy dari masjid Majidawa, sebuah masjid di Arbil, ibukota Kurdistan Irak. Pamflet ini berfokus pada isu-isu hak perempuan dalam masyarakat Kurdi juga lebih khusus lagi menyudutkan aktivis hak-hak perempuan Kurdi Irak yang selalu mendorong kesetaraan gender di wilayahnya.
Dalam pamfletnya, Kharabaiy mengklaim bahwa isu ini sudah sering dimanfaatkan oleh aktivis hak-hak perempuan “sebagai sebuah bisnis untuk menjadi kaya.”
Kharabaiy juga diadukan pada kepolisian oleh kalangan sekular dan feminis yang menuduh bahwa kata-kata yang dikeluarkan oleh otoritas keagamaan merupakan ancaman langsung terhadap kehidupan mereka.
“Perhatian utama di sini, di Kurdistan, adalah bahwa para pemimpin agama selalu berpikir bahwa mereka harus menjadi pemimpin masyarakat,” keluh Mariwan Naqshabani, salah satu politisi sekuler pada kepada wartawan.
Kurd.net melansir pada Jumat (14/1/2011) bahwa parlemen Kurdistan saat ini sedang menggodok undang-undang pengaturan yang hanya akan memungkinkan pemerintah untuk mengotorisasi dan menyiarkan tiga khutbah Jumat, satu khutbah untuk masing-masing kota-kota besar wilayah Kurdistan, seperti Erbil, Sulaimaniyah, dan Duhok.
“Sembilan puluh persen rakyat di sini adalah Muslim. Mereka yang mengumpulkan tanda tangan serta petisi agar pemerintah membuat undang-undang ini harus mempertimbangkan respon mayoritas rakyat di kawasan tersebut,” kata Salim Koyi dari Gerakan Islam Kurdistan.
“Para pemimpin agama sering berbicara mengenai kegagalan kepemimpinan politik dan tidak berfungsinya pemerintahan. Itu sebabnya, bahkan pihak-pihak yang berkuasa, diam ketika para pemimpin agama diserang oleh intelektual,” tambahnya.
Kurd.net pun melaporkan bahwa tidak sedikit kelompok agama yang siap untuk turun ke jalan jika pemerintah benar-benar mengesahkan undang-undang yang sudah pasti akan ditentang oleh mayoritas penduduk ini. (althaf/arrahmah.com)