XINJIANG (Arrahmah.id) – Kepala hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet akhirnya melakukan kunjungan ke Xinjiang, yang menjadi tempat tinggal bagi minoritas Uighur di Cina.
Selama dua hari, Bachelet berada di Xinjiang, yang terletak di barat laut Cina, di mana aktivis HAM menyakini ada lebih dari 1 juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp interniran di Xinjiang untuk mendapatkan pendidikan ulang. Mereka juga diyakini mengalami penyiksaan hingga kerja paksa.
Kunjungan Bachelet meliputi ke ibukota Urumqi dan kota Kashgar. Ia bertemu dengan pejabat senior Partai Komunis Cina (PKC), serta mengunjungi bekas penjara dan kamp interniran, juga fasilitas lainnya.
Dikutip dari Financial Times pada Ahad (29/5), Bachelet mengaku tidak memiliki akses penuh untuk melihat kamp yang disebut Beijing sebagai “pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan” (VETC) itu.
“Pemerintah meyakinkan saya bahwa sistem VETC telah dibongkar,” kata Bachelet kepada wartawan di Guangzhou.
Kendati begitu, ia mengaku telah menyampaikan keprihatinannya atas berbagai informasi terkait pelanggaran HAM yang dialami minoritas Uighur di Xinjiang.
“Meskipun saya tidak dapat menilai skala penuh VETC, saya menyampaikan kepada pemerintah kurangnya pengawasan yudisial yang independen terhadap operasi program, adanya tuduhan penggunaan kekerasan dan perlakuan buruk di lembaga-lembaga, serta laporan tentang pembatasan yang terlalu ketat terhadap praktik keagamaan yang sah,” tuturnya.
Di samping itu, mantan Presiden Chili itu juga mendesak pihak berwenang Cina untuk memberikan informasi kepada warga Uighur yang kehilangan kontak dengan anggota keluarganya.
Ia juga meminta pemerintah Cina untuk meninjau kembali kebijakan kontraterorisme dan deradikalisasi yang bisa melanggar HAM.
“Sangat penting bahwa tanggapan kontraterorisme tidak mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia. Penerapan UU dan kebijakan yang relevan dan tindakan wajib apapun perlu tunduk pada pengawasan yudisial yang independen dengan transparansi yang lebih besar dalam proses peradilan,” tambah dia.
Michelle Bachelet mengunjungi Xinjiang sebagai bagian dari perjalanan enam hari ke Cina dan menegaskan bahwa kunjungan itu “bukan penyelidikan” tetapi kesempatan untuk melakukan pembicaraan langsung dengan para pemimpin senior Cina dan membuka jalan bagi interaksi yang lebih teratur untuk mendukung Cina dalam memenuhi kewajibannya di bawah hukum hak asasi manusia internasional.
“Ini memberikan kesempatan bagi saya untuk lebih memahami situasi di Cina, tetapi juga bagi pihak berwenang di Cina untuk lebih memahami kekhawatiran kami dan untuk secara potensial memikirkan kembali kebijakan yang kami yakini dapat berdampak negatif pada hak asasi manusia,” katanya dalam video konferensi pers sebelum meninggalkan negara itu.
Lebih lanjut, Bachelet mengatakan, PBB dan Cina sepakat untuk membentuk kelompok kerja dan mengadakan diskusi lanjutan tentang berbagai masalah, termasuk hak-hak minoritas, kontraterorisme dan hak asasi manusia, dan perlindungan hukum. (rafa/arrahmah.id)