XINJIANG (Arrahmah.id) — Rencana kunjungan utusan Turki ke wilayah Uighur di Xinjiang Barat mendapat penolakan dari Cina. Padahal sebelumnya, Presiden Xi Jinping sendiri yang mengusulkan kunjungan tersebut sebagai upaya mempererat hubungan Turki-Cina.
Kabar itu disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dalam konferensi pers akhir tahun di Ankara pada Selasa (3/1/2023).
Cavusoglu mengungkapkan kekecewaannya terhadap Cina, karena setelah lima tahun sejak Xi menyutujui rencana lawatan, tetapi pihak Beijing tak kunjung memberikan izin.
“Pemerintah Cina mengatakan delegasi kemanusiaan dari Turki dapat datang dan memeriksa (Xinjiang). Sudah lima tahun sejak (Presiden China) Xi (Jinping) mengusulkan ini,” kata Cavusoglu, seperti dikutip dari ANI News (3/1).
“Mengapa, apakah Anda mencegah kunjungan delegasi ini selama lima tahun, mengapa Anda tidak bekerja sama?,” tambahnya.
Menlu Turki itu kemudian menjelaskan bagaiman hubungan negaranya dengan Cina menjadi kacau karena ketegangan mereka terhadap kasus pelanggaran HAM di Xinjiang.
“Hubungan Turki-Cina telah menderita karena Beijing terganggu oleh sikap kami terhadap masalah Uighur Turki,” ujarnya.
Terlebih, kata Cavusoglu, pihak Cina kerap meminta agar orang-orang Uighur yang sekarang memiliki kewarganegaraan Turki untuk dikembalikan ke asalnya, tentu itu sangat ditentang pemerintah Ankara.
“Mereka memiliki permintaan ekstradisi untuk orang-orang yang merupakan warga negara kami, yang tinggal di Turki sepanjang waktu. Oleh karena itu, kami tidak mengabulkan permintaan seperti itu,” jelas Cavusoglu.
Penolakan ekstradisi itu diklaim Cavusoglu, karena merujuk pada dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang, berupa penyiksaan, kekerasan seksual, kerja paksa, aborsi paksa, dan sterilisasi yang dilaporkan PBB.
Cavusoglu menegaskan komitmen perlindungan Turki terhadap warga Uighur dengan mengatakan jika Cina ingin permintaanya dipenuhi, maka mereka juga harus mengizinkan Ankara mengunjungi Xinjiang untuk memeriksa kebenaran laporan.
“Mengapa kami harus menjadi alat propaganda Cina? Kami ingin bekerja sama, kami tidak melihat ini sebagai masalah politik. Kami jelas bukan anti-Cina. Kami selalu mengatakan bahwa kami mendukung kebijakan Satu Cina,” tegasnya.
Baru-baru ini, pemerintah Turkistan Timur di pengasingan meminta pemerintah Turki untuk menghentikan penangkapan dan deportasi warga Uighur, dan mengakhiri kerja sama dengan Cina terkait masalah tersebut.
Pemerintah Turki yang dipimpin AKP telah lama menegaskan bahwa mereka ‘membela’ hak-hak Uighur, meskipun secara aktif terlibat dalam kerja sama intelijen dan keamanan dengan Cina untuk merongrong Aktivisme Turkistan Timur/Uighur di dalam Turki dan diaspora Turkistan Timur global. (hanoum/arrahmah.id)