RAMALLAH (Arrahmah.com) – Rangkaian kunjungan diplomatis wakil presiden AS Joe Biden telah semakin mempertegas kegagalan AS untuk mengekang ambisi Israel dalam memperluas pemukimannya dan Palestina semakin curiga bahwa Amerika Serikat terlalu lemah untuk menengahi kesepakatan.
Jabat tangan dan pelukan Biden terhadap pejabat Israel kali ini tampak lebih akrab dan sangat berbeda dari tahun sebelumnya dimana seorang pejabat tinggi Amerika Serikat selama kunjungannya mempersengketakan rencana Israel untuk membangun 1.600 rumah di Yerusalem timur.
Biden pada hari Rabu (10/3) meyakinkan Palestina bahwa AS mendukung Palestina untuk mempertahankan solusi dua negara dan mendesak semua pihak agar menahan diri dari tindakan-tindakan yang menurutnya akan mengobarkan ketegangan atau prasangka terhadap hasil pembicaraan damai Palestina-Israel.
“Kewajiban bagi kedua belah pihak untuk membangun suasana saling mendukung terhadap perundingan, dan tidak untuk menyulitkannya,” kata Biden, saat berdiri bersama Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Hasil kunjungan pejabat tinggi AS tersebut ternyata malah memperluas skeptisisme tentang apakah pemerintah Obama memiliki keberanian untuk melanjutkan kembali perundingan damai atau malah mendukung Israel. Masa depan pembicaraan tersebut dipertanyakan pada Rabu malam ketika Liga Arab merekomendasikan diri untuk menarik dukungan mereka.
“Ini adalah pesan global mengenai kelemahan Amerika dan arogansi Israel,” kata anggota parlemen Palestina Hanan Ashrawi.
Kunjungan Biden sebagian besar ditujukan untuk memperbaiki hubungan AS-Israel yang sempat menegang atas masalah serupa yang kini juga membayangi perjalanan Biden, yakni mengenai pemukiman Yahudi. Palestina dan AS menganggap pemukiman yang dibangun di atas tanah yang diklaim oleh warga Palestina itu menjadi hambatan bagi perdamaian.
Sebagian besar rakyat Palestina telah kehilangan kepercayaan terhadap AS sebagai broker pasca Obama berusaha – dan kemudian gagal – untuk membuat Netanyahu menghentikan klaim atas tanah Palestina menjadi negara Israel masa depan. Dan hasilnya Netanyahu hanya mau mengurangi konstruksi daripada membekukannya.
Setelah hampir sejumlah negosiasi yang dilakukan dalam dua dekade ini (dan hasilnya hanya merugikan rakyat Palestina), intervensi AS masih saja dipandang sebagai kunci untuk memecahkan konflik Israel-Palestina.
Dalam pertemuannya dengan para pemimpin Palestina, Biden menyatakan bahwa Washington berkomitmen untuk menengahi kesepakatan damai hingga akhir.
“Amerika Serikat berjanji untuk berperan aktif serta berperan secara berkelanjutan dalam pembicaraan ini,” kata Biden. Dia menekankan Palestina pantas menjadi negara merdeka yang layak namun harus mau “berdampingan”. Palestina khawatir bahwa kantong-kantong pemukiman Yahudi itu akan membuat masa depan Palestina menjadi tidak menentu dan memecah negara itu menjadi beberapa bagian.
“Kami menyerukan Israel agar membatalkan keputusan untuk memperluas dan memperbanyak pembangunan pemukiman,” kata presiden Palestina Mahmoud Abbas. “Saya menyerukan pemerintah Israel untuk tidak kehilangan kesempatan dalam mewujudkan perdamaian.”
Rencana untuk membangun 1.600 pemukiman baru di Yerusalem timur sekitar area Ramat Shlomo dapat meningkatkan populasi Yahudi sebesar 20.000 jiwa, lebih dari setengahnya dari yang sudah tinggal saat ini.
Rencana pembangunan yang baru juga menarik teguran tajam dari Mesir, sekutu terdekat Israel di dunia Arab, dan dari Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.
Akhir hari Rabu, 22 negara anggota Liga Arab merekomendasikan untuk menarik dukungan terhadap perundingan tidak langsung antara Palestina dan Israel, dengan alasan bahwa Liga Arab tidak melihat keseriusan Israel dalam bernegosiasi. Jika permukiman Israel tidak dihentikan segera, kata komite Liga, perundingan “tidak akan ada artinya.” (althaf/ap/arrahmah.com)