BEKASI (Arrahmah.com) – Ahad (12/3/2012) pagi kemaren bertempat di masjid Muhammad Ramadhan, Taman Galaxi Bekasi, Majelis Ilmu Ar-Royyan (MIAR) bekerjasama dengan DKM masjid tersebut, kembali menggelar kuliah umum yang merupakan program rutin dengan mengangkat topik yang berbeda disetiap bulannya.
Dan untuk kesempatan kali ini penyelenggara mengusung tema acara yang bertajuk “Karakteristik Yang Harus Dimiliki Para Mujahidin”. Tema ini bertujuan membedah sifat dan akhlaq yang melakat pada seorang mujahid ,agar jelas dalam teori ilmiyah dengan praktik lapangan yang terkadang terjadi syubhat dan agak sulit bagi masyarakat umum memberi dan meraih nilai kebenarannya untuk menteladani kehidupannya.
Ustadz Suroso Abdussalam yang menjadi narasumber pada sesi pertama, menyampaikan sebuah ayat yang memerintahkan kaum Mukminin melaksanakan seluruh konsep ajaran Islam yang berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
“Wahai orang-orang beriman, masuklah kalian semua kedalam Islam secara kaffah (menyeluruh) dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagi kalian.” (Qs. al-Baqarah, 2: 208)
Disebutkan pada ayat tersebut bahwa Allah Ta’ala menegaskan pelarangan bagi hamba-hamba-Nya untuk ittiba’ pada jenis apapun makar yang disuguhkan makhluk terkutuk itu. Di surat yang lain bahkan Allah Ta’ala juga menjelaskan bahwa golongan yang tugasnya memperdaya manusia itu terdiri dari bangsa jin dan juga dari bangsa manusia itu sendiri. Manusia sesat dan menyesatkan yang dimaksud itu bisa dikenali dengan sifatnya yang selalu menentang segala syari’at-Nya, tidak berupaya untuk berislam secara kaffah, dan sama-sekali tidak memiliki komitmen untuk membela Islam. Manusia-manusia semacam inilah yang saat ini sedang marak mengokohkan eksistensinya dengan mengusung pemikiran SEPILIS (sekularisme, pluralisme dan liberalisme) nya di bumi-bumi Islam berada.
Ustadz yang juga menjadi konsultan da’wah, pendidikan, dan manajemen itu lalu memaparkan bahwa syari’at Islam yang tengah dibidik untuk dikaburkan maknanya dan diupayakan untuk dikubur hidup-hidup keberadaannya oleh kaum sepilis itu adalah syari’at kewajiban untuk berjihad bagi kaum mu’minin. Lihatlah beragam cara yang dengan begitu serius mereka kerjakan. Melalui seminar, tabligh akbar, dialog-dialog terbuka di media elektronika, penerbitan buku-buku, sampai kaderisasi lewat pendidikan seperti pemberian beasiswa dan pengiriman pelajar untuk mem’bedah’ Islam ke negeri-negeri kafir.
Kepada kelompok-kelompok yang berkomitmen pada Islam, mereka masukkan ke dalam kategori Islam garis keras atau kelompok beraliran radikal. Mereka yang dianggap ‘sok suci’ oleh kaum sepilis ini, dikatakan sebagai muslim yang suka memaksakan kehendak, keras, tidak toleran, kolot, dan tukang buat onar. Bahkan beberapa waktu lalu ada seorang seniwati yang terlahir sebagai muslim melabelkan kelompok Islam yang istiqomah dalam menegakkan amar-ma’ruf nahyi- munkar dengan sebutan ‘Preman berjubah putih.”
Sebenarnya hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru yang menimpa umat Islam di Indonesia, sejak zaman orde lama hingga orde baru, kalimat jihad dan mujahid sudah menjadi phobia tersendiri bagi penguasa yang banyak ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan kaum kafir. Oleh karena itu, siapapun yang dianggap telah berusaha untuk menerapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem yang ada pada Islam (dan pasti bertentangan dengan hawa nafsu pengusung sepilis), otomatis menjadi target utama untuk diburu, dibui, bahkan dibunuh. Sejarah telah banyak mencatatnya.
Namun berbagai makar musuh-musuh Allah itu tidak menyurutkan semangat kaum muslimin untuk tetap berazzam dalam membumikan syari’at-Nya dengan menerapkan prinsip jihad dalam perjuangan mereka. Bahkan dibayak ayat Al Qur’an, para mukmin diperintah memburu mereka dimanapun mereka berada, ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala:
“Wahai kaum Mukmin, janganlah kalian lemah semangat dalam mengejar kaum kafir, jika kalian merasa sakit merekapun merasa sakit sebagaimana yang kalian rasakan, kalian mengharapkan pahala dari Allah, sedangkan orang kafir sama sekali tidak mengharapkan pahala dari Allah. Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana dalam menetapkan syari’ah Perang.” (Qs. An Nisa’, 4: 104)
Orang-orang yang berjihad dijalan Allah jauh lebih utama dari pada orang yang tidak berjihad seperti yang disebutkan oleh Al Qur’an: “Orang-orang mukmin yang tinggal di rumah, tidak mau ikut berperang padahal dia tidak ada halangan, dia tidak sama derajatnya dengan orang-orang mukmin yang berperang (berjihad) untuk membela Islam dengan harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan satu derajat kepada orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang yang tetap tinggal dirumahnya.” (Qs. An Nisa’, 4: 95)
Selain ayat Al Qur’an yang menerangkan keutamaan Mujahid, Rasulullah saw juga menjelaskan bahwa para mujahid yang berjuang membela Islam sehingga memperoleh syahid dijamin bagi mendapat beberapa keistimewaaan : “Bagi orang yang syahid terdapat 6 hal yang akan diterimanya, yaitu: Pertama, Allah memberi ampunan ketika pertama kali bergerak dan akan melihat tempatnya di Jannah. Kedua, selamat dari siksa kubur. Ketiga, selamat dari goncangan hari kiamat. Keempat, akan diberikan kepadanya mahkota kebesaran yang terbuat dari permata Yaqut sebagai tanda kehormatan yang jauh lebih mahal daripada dunia seisinya. Kelima, akan dikawinkan dengan 72 bidadari bermata jeli. Dan keenam, dapat memberi syafa’at kepada 70 keluarganya.” (HR Ahmad)
Karena keutamaan inilah yang membuat Rasulullah saw selalu mengingatkan umatnya agar terus berjihad fi sabilillah hingga kesyahidan diperoleh, seperti sabda beliau saw yang artinya;
“Barangsiapa yang memohon syahadah (mati syahid) kepada Allah Ta’ala dengan benar, maka Allah Ta’ala akan mengantarkannya kepada kedudukan syuhada walaupun dia mati di atas tempat tidurnya.” (HR. Muslim)
“Seorang mujahid harus memiliki tauhid yang lurus, lalu beramal dengan dua syarat mutlak yaitu ittiba’ dan ikhlas karena Allah Ta’ala. Sifat yang berani saja belum cukup, karena jihad yang sesungguhnya betul-betul bukan karena modal nekat, tapi butuh ilmu, butuh i’dad, butuh koordinasi. Mudah-mudahan Allah mempermudah sekaligus menolong para mujahid-Nya dimanapun mereka berada…” panjat ustadz Suroso sekaligus menutup taushiyahnya pada pukul 10.45 wib yang diamini oleh para jama’ah yang hadir.
Selanjutnya di sesi kedua, ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdur Rahman menegaskan bahwa orang beriman yang sesungguhnya adalah orang-orang mencintai jihad fie sabilillah karena merupakan puncak ketinggian Islam, juga yang cinta akan tegaknya syari’at Allah, rindu terhadap kembalinya daulah Islamiyah serta mengharapkan munculnya khilafah yang telah runtuh pada September 1924. Oleh sebab itu mereka (kaum muslimin) yang enggan untuk berjihad apalagi menolak adanya kewajiban untuk berjihad, dikatakan bahwa imannya telah rusak. Mereka adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah swt. Seraya beliau membaca firman Allah swt yang tertera pada surat At Taubah ayat 44-50 yang artinya:
“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat tidak akan meminta izin kepadamu Muhammad untuk tidak berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Allah mengetahui siapa saja yang taat kepadamu dan siapa saja yang ingkar. Hanya orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhirat sajalah yang meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berperang .Hati mereka penuh keraguan, dan merekapun menjadi bingung karena kemunafikan mereka……”
Generasi mujahid merupakan generasi penerus perjuangan Islam yang selalu berusaha menda’wahkan Islam, memurnikan tauhid kepada-Nya, menegakkan syari’at Allah, serta berperang melawan kaum kafir yang memusuhi Islam sesuai sistem Islam yang terkoordinasi.
Kelompok-kelompok yang tetap beristiqomah berjuang di jalan Allah tersebut merupakan kumpulan dari individu-individu muslim yang masing-masing harus memiliki karakteristik tersendiri, diantaranya yaitu aqidahnya bersih dari segala bentuk kesyirikan, baik berupa kesyirikan iman maupun kesyirikan dalam amal. Sifat inilah yang membedakan antara seorang mujahid dengan thaghut, sebab thaghut mempertuhankan yang sama-sekali tidak layak untuk disembah seorang makhluk. Seorang mujahid sangat yakin bahwa Islam adalah satu-satunya dien yang diakui Allah Ta’ala, seperti firman-Nya di Qs. Ali ‘Imran, 3: 85, yang artinya;
“Siapa saja yang memilih agama selain Islam, Allah tidak akan menerima amalannya. Dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.”
Ciri yang melekat pada diri seorang mujahid selanjutnya adalah memiliki persaudaraan yang berlandaskan iman dengan benar dan kuat, selalu beristiqomah dalam kebenaran serta berterus-terang dengannya, bersedia untuk mengorbankan apapun yang dicintainya demi berjihad di jalan Allah, memiliki kedisiplinan dalam melaksanakan tugas da’wah dan seruan jihad, mempunyai komitmen dalam penegakan syari’at Islam, selalu menghiasi diri dengan akhlakul karimah, mencurahkan perhatian dalam membangun keluarga yang didalamnya ditumbuhkan nilai cinta kepada Islam, senantiasa menjaga adab-adab dalam pergaulan, memiliki sifat berani (karena benar), siap memikul konsekuensi dalam berjihad, dan yang paling utama adalah kerinduannya akan mati syahid.
Allah Ta’ala telah mengabarkan dalam Qs. Ali ‘Imran, 3: 169-171, yang artinya;
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS. Ali ‘Imran, 3: 169-171)
Di sebuah riwayat dikatakan bahwa Miqdam Ibnu Ma’dikariba berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Bagi orang yang syahid ada 6 perkara yang akan diterimanya, yaitu Allah memberikan ampunan ketika pertama kali bergerak dan akan melihat tempatnya di surga. Selamat dari siksa kubur, selamat dari goncangan hari kiamat, akan dipasangkan mahkota yaqut di kepalanya sebagai tanda kehormatan yang nilainya melebihi dunia seisinya, akan dinikahkan dengan 72 bidadari yang bermata jeli, serta dapat memberi syafa’at kepada 70 orang keluarganya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Islam adalah agama haq yang selalu akan diperangi dan diharapkan kehancurannya oleh para musuh Allah Ta’ala. Perseteruan yang terjadi hingga hari ini adalah juga merupakan peperangan abadi yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Hal ini sudah menjadi sunnatullah dan karena hal itulah Allah memberikan karunianya kepada hamba-hamba-Nya yang bergerak untuk menghentikan makar-makar syetan yaitu dengan menjanjikan ampunan dan surga.
Di akhir ceramahnya, ustadz yang pada kesempatan aksi damai FUI Jum’at (9/3) kemarin di depan istana negara telah diposisikan sebagai cawapres syari’ah itu, kembali mencamkan, “Umat Islam itu harus cinta jihad, harus berani dalam menanggung ujian ketika berjihad seperti cercaan, intimidasi, terror, penangkapan, juga konsekuensi dibunuh oleh musuh. Pedoman hidup seorang mujahid adalah satu dari dua keutamaan yaitu hidup mulia atau mati dalam kesyahidan. Mudah-mudahan kita termasuk golongan wali-wali Allah di muka bumi. Allahu akbar!”
Waktu sudah menunjukkan bahwa dzuhur akan segera dikumandangkan, kuliah umum yang berlangsung sekitar tiga jam itu pun berakhir dengan membawa pesan bagi umat bahwa syari’at adalah harga mati dan tonggak kemaslahatan dan kejayaan dunia akhirat sedang sistem hidup selainnya adalah kezaliman yang akan menghancurkan seluruh pilar-pilar syaria’ah.. Marilah bersegera mengentaskan kezaliman agar kedamaian yang dinanti-nantikan oleh setiap umat bisa terwujud nyata. Maukah kita bersegera mencalonkan diri untuk menjadi mujahid-mujahid-Nya? Wallahul musta’an.
(Ghomidiyah)
Sumber : abujibriel.com