JAKARTA (Arrahmah.com) – Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh MUI Jawa Timur tanggal 27 Agustus 2012 terkait dengan bentrok antara warga masyarakat dari dua desa, yaitu Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Madura, yang melibatkan dua kelompok masyarakat yaitu Pengikut Tajul Muluk yang berfaham sekte sesat Syi’ah dan warga Karang Gayam dan Blu’uran yang berfaham Islam sebenarnya Ahlus Sunnah wal jama’ah.
Berikut kronologis kejadian yang melatarbelakangi bentrok fisik antara warga Syi’ah dan masyarakat Muslim seperti dilansir Suara Islam Online pada tanggal 26 Agustus 2012 pukul 10.00 WIB di Desa Karang gayam Kecamatan Omben :
1. Pada tanggal 19 Juli 2012 Masyarakat Karang Gayam menyampaikan beberapa pernyataan kepada Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) agar disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Sampang, dengan isi pernyataan tersebut sebagai berikut:
- Masyarakat Karang Gayam mengucapkan terima kasih kepada BASSRA yang telah mengawal proses hukum Tajul Muluk hingga divonis selama 2 tahun penjara.
- Bila Tajul Muluk telah divonis sesat maka pengikutnya harus dikembalikan kepada faham semula yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau diproses hukum sebagaimana Tajul Muluk.
- Masyarakat Karang Gayam menginginkan desa mereka seperti desa yang lain, tidak terdapat Syiah.
- Meminta kepada para Ulama untuk menyampaikan pernyataan sikap ini kepada pihak – pihak yang berwenang.
2. Setelah menerima pernyataan sikap dari Masyarakat, BASSRA mengadakan audiensi dengan Forum Pimpinan Daerah (FORPIMDA) pada tanggal 7 Agustus 2012 dan menyampaikan tuntutan masyarakat, dari hasil diskusi tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain sebagai berikut :
- Proses pengembalian para pengikut Tajul Muluk ke faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sedang diupayakan bersama oleh gabungan antara Kapolres Sampang, Nahdhatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Ulama setempat dibawah koordinasi Pemkab Sampang.
- Kapolres harus mengaktifkan pelarangan senjata tajam (Sajam) di Karang Gayam, Blu’uran, Sampang.
- Anak-anak warga Syiah yang dibeasiswakan ke pondok-pondok Syiah adalah tanggung jawab Pemkab Sampang untuk memulangkan dan memasukkan ke pondok-pondok Ahlus Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dengan biaya dari Pemkab.
- Ulama BASSRA bersama pemerintah Sampang akan mengawal naik banding Tajul Muluk dengan audiensi kepada Gubernur Jatim.
- Khusus untuk jangka pendek kasus Sampang disepakati tidak mengangkat sebutan Syi’ah, cukup sebutan aliran sesat agar proses hukum Tajul Muluk berjalan lancar.
- Mengupayakan agar BAKORPAKEM Sampang bisa memutuskan dan menetapkan bahwa Syiah itu sesat dan harus dilarang di Madura, keputusan itu diajukan ke BAKORPAKEM Jatim bahkan ke Pusat.
3. Pada tanggal 23 Agustus 2012, masyarakat Karang Gayam menuntut kepada BASSRA terkait dengan enam item janji Pemkab Sampang yang disampaikan kepada Ulama BASSRA pada tanggal 7 Agustus 2012 karena mereka melihat bahwa belum ada realisasi dan penanganan dari pihak manapun.
4. Menurut rencana BASSRA dan ulama setempat akan melakukan pertemuan dengan Pemkab Sampang, namun pada tanggal 26 Agustus 2012 terjadi bentrokan antara masyarakat dengan pengikut Tajul Muluk sekitar jam 10.00 WIB, yang dipicu oleh beberapa hal sebagai berikut :
- Anak-anak para pengikut Syi’ah yang dipondokkan ke YAPI Bangil dan Pekalongan akan kembali pasca libur lebaran, sementara masyarakat meyakini bahwa anak-anak tersebut tidak akan kembali lagi ke YAPI Bangil dan Pekalongan karena dijamin beaya pendidikannya oleh Pemkab Sampang untuk disekoalahkan / dipondokkan di lembaga pendidikan dan pesantren di Sampang, masyarakat menilai kalau mereka tetap kembali akan menjadi kader Syi’ah dan kelak akan menjadi persoalan baru yang lebih besar.
- Karena pemahaman masyarakat seperti tersebut di atas, maka masyarakat Karang Gayam mencegah mereka dan secara baik menyarankan untuk kembali lagi ke rumah, tidak ada sedikitpun kekerasan dilakukan dan masyarakat Sunni tidak membawa senjata tajam.
- Selama perjalanan kembali tidak ada tanda-tanda perlawanan dari mereka sampai mendekati rumah kediaman Tajul Muluk, komunitas Syi’ah mulai mengolok-olok masyarakat Sunni dan nampaknya komunitas syi’ah sudah mempersiapkan senjata- sesampai di komplek kediaman tersebut terjadilah insiden penyerangan oleh pihak Syiah kepada masyarakat dengan melakukan pelemparan menggunakan batu, bom molotov yang sudah mereka persiapkan, ranjau-ranjau yang siap meledak ketika diinjak bahkan bahan-bahan peledak yang mereka bawa di kantong saku mereka yang di dalamnya berisi butiran kelereng.
- Penyerangan tersebut tidak hanya berbentuk pelemparan tetapi juga dengan memprovokasi massa agar masuk ke pekarangan rumah tersebut, ketika masyarakat terprovokasi dan masuk ke halaman rumah, kemudian terdengarlah bunyi ledakan yang berasal dari ranjau yang mereka pasang dan bom molotov yang mereka lempar sehingga ada beberapa masyarakat yang terluka oleh serpihan dari ledakan yang berupa kelereng, baik yang masih utuh maupun yang pecah semua korban adalah masyarakat yang berfaham Sunni- diantara mereka ada yang jari jemarinya putus, ada yang luka di bagian paha dan didalamnya terdapat kelereng yang masih utuh, ada yang luka di bahu dan kepala.
- Ketika korban berjatuhan dipihak masyarakat Sunni– rupanya komunitas Syi’ah membekali diri dengan ilmu kebal, hal ini terbukti bahwa peledak yang dibawa disaku mereka ketika meledak sama sekali tidak mencederai tubuh mereka, tetapi mencederai tubuh-tubuh masyarakat sunni yang memang sama sekali tidak mempersiapkan diri dengan senjata mapaun perlengkapan yang memadai – sehingga masyarakat Sunni mundur, situasi ini memancing masyarakat untuk meminta bantuan dan mengambil persenjataan yang memadai untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh komunitas Syi’ah, diantaranya dengan disuarakan lewat teriakan dan pengeras suara yang ada di mushalla, kemudian masyarakat berdatangan untuk memberi pertolongan dan bantuan kepada mereka sehingga terjadilah bentrok yang tidak terelakkan diantara kedua belah pihak yang sama-sama membawa senjata.
- Seorang yang bernama bapak Hamamah dari komunitas Syi’ah secara provokatif dan demonstratif dengan memamerkan kekebalan tubuhnya merangsek kedalam kerumunan masyarakat Sunni dengan menyerang secara membabi buta menggunakan senjata tajam berbentuk celurit panjang, dan masyarakatpun melawan dengan senjata pula, yang mengejutkan tidak satupun sabetan yang diarahkan ke tubuh bapak Hamamah mencederai tubuhnya.selanjutnya terjadilah bentrok yang berakhir pada terbunuhnya bapak Hamamah, disebabkan diantara masyarakat mengetahui cara menghadapi ilmu kebal tersebut dengan cara menyerang dari belakang.
- Ada kejadian yang mengejutkan bahwa ternyata rumah Tajul Muluk yang dibakar oleh massa menimbulkan ledakan yang cukup besar, yang belakangan diketahui bahwa ledakan tersebut dipicu oleh remote control.
- Dari bentrok tersebut yang menjadi korban adalah 1 orang meninggal bernama Hamamah, 1 orang kritis bernama Thohir dan 5 orang luka-luka terkena serpihan bom molotov, ranjau dan peledak yang dibawa oleh komunitas Syi’ah, korban luka-luka ini semuanya dari masyarakat Sunni.
- Dari bentrok yang terjadi, sampai saat ini kepolisian menangkap sekitar 7 orang atau versi lain 8 orang tetapi yang di tangkap adalah masyarakat yang berfaham Sunni, tidak satupun komunitas Syi’ah yang memicu konflik diamankan oleh kepolisian samentara ini.
- Jumlah rumah yang dibakar menurut laporan yang kami dapat sebanyak 9 rumah, dengan pemahaman bahwa setiap rumah yang ada di Sampang terdiri dari minimal 3 bangunan, yaitu rumah, dapur dan mushalla, hal inilah yang menyebabkan perbedaan jumlah yang dilaporkan.
5. Pada Tanggal 26 Agustus 2012 sekitar jam 12.00 WIB banyak media massa yang meminta wawancara khusus terkait kasus ini kepada KH Abdusshomad Buchori (Ketua Umum MUI Jatim), namun dijanjikan untuk wawancaranya hari Senin pagi dengan pertimbangan bahwa MUI perlu mengumpulkan bahan-bahan yang memadai.
6. Pada Hari Senin tanggal 27 Agustus 2012 jam 10.00 WIB wawancara dilakukan oleh KH Abdusshomad Buchori dengan beberapa Media Cetak, Elektronik dan Online dengan statement sebagai berikut :
- MUI Jatim meminta kepada masyarakat agar tetap waspada dan menahan diri, baik masyarakat Karang Gayam yang berfaham Sunni, maupun Komunitas Syi’ah agar skala konflik tidak meluas.
- Meminta kepada aparatur pemerintah agar melakukan langkah-langkah produktif dalam rangka menyelesaikan konflik yang terjadi demi terwujudnya situasi yang kondusif bagi ketenteraman dan ketertiban masyarakat di Jawa Timur.
- Kasus seperti ini sudah beberapa kali terjadi, tetapi penyelesaian yang dilakukan tidak tuntas dan komprehensif, sehingga dibutuhkan mekanisme penyelesaikan yang tidak hanya fokus pada kejadiannya saja, tetapi akar persoalan yang menjadi pemicu juga harus diselesaikan dengan baik, sehingga tidak terjadi lagi kasus serupa dikemudian hari.
- Ada statement keliru yang disampaikan sebagian tokoh masyarakat terkait dengan penyebab terjadinya kekerasan yang diakibatkan oleh fatwa MUI, oleh karena itu perlu disampaikan bahwa, fatwa kesesatan Syi’ah tersebut sebagai guidance (panduan, red) untuk menjaga Aqidah dan Syari’at bagi ummat Islam di Jawa Timur yang berjumlah 96,76 % dari 38 juta penduduk Jawa Timur yang pada umumnya berfaham Sunni, kalau semua faham menyimpang dan sesat dibiarkan berkembang dimasyarakat, maka akan terjadi disharmoni bangsa, bahkan di dalam fatwa tersebut ada klausul untuk tidak anarkis.
7. Pada hari Senin tanggal 27 Agustus 2012 pukul 16.30 WIB, MUI Jawa Timur melakukan kunjungan ke Kabupaten Sampang yang diikuti oleh KH Abdusshomad Buchori (Ketua Umum), Drs. H. Abdurrachman Azis, M.Si (Ketua Bid. Infokom), Drs. H. Masduki, SH (Bendahara Umum) dan Mochammad Yunus, SIP (Sekretaris) untuk melakukan silaturrahim dengan MUI kabupaten Sampang, tim medis yang menangani korban dan beberapa masyarakat yang menjadi saksi kejadian.
8. Pada hari Selasa tanggal 28 Agustus 2012 pukul 13.30 WIB, MUI Jawa Timur mengikuti rapat bersama dengan PWNU Jatim, PC NU Sampang, MUI Sampang dan beberapa aktivis yang menyaksikan bentrokan yang terjadi, diantaranya adalah Ustad Nuruddin dan Ustadz Ridho’i (Ketua Banser setempat), dalam rapat tersebut disepakati bahwa :
- Masyarakat yang tinggal di desa Karang Gayam dan sekitarnya merasa aman, tenteram dan kondusif sebelum kedatangan Tajul Muluk dengan membawa aliran Syi’ah, gangguan keamanan, ketenteraman dan ketertiban terjadi setelah masuknya ajaran Syi’ah di desa mereka yang dibawa oleh Tajul Muluk
. - Yang menjadi pemicu terjadinya konflik di masyarakat Karang Gayam dan sekitar adalah keberadaan Tajul Muluk dengan ajaran Syi’ah yang sampaikan dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk dengan iming-iming dana kepada masyarakat setempat.
- Kesimpulan rapat tersebut adalah bahwa kalau Syi’ah dikembangkan di Indonesia maka membuat Indonesia tidak aman dan berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
9. Komunitas Syi’ah yang ada memiliki kecenderungan kepercayaan diri berlebihan bahwa Syi’ah akan menjadi besar di Indonesia disebabkan oleh komentar-komentar para tokoh yang mengeluarkan statement akan melindungi minoritas di Indonesia dengan dalih Hak Asasi manusia, pemikiran seperti ini memiliki pengaruh besar terhadap usaha-usaha mereka untuk mengembangkan eksistensinya, karena merasa disokong oleh tokoh-tokoh yang berpengaruh di negeri ini, dan pada gilirannya membawa peluang terjadinya konflik yang lebih besar
10. Untuk menjaga dan mengamankan keutuhan NKRI, pemerintah seharusnya meningkatkan kapasitas dan kualitas serta memelihara dengan baik eksistensi Sunni di Indonesia dengan memberikan payung hukum terhadap keberadaannya, karena secara realitas Indonesia adalah Bumi Sunni.
11. Berdasarkan diskusi internal beberapa pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur, dengan memperhatikan pernyataan Syeh Yusuf Qaradhawi terkait dengan hubungan Syia’ah dan Sunni di dunia, bahwa ajaran Syiah dan Sunni memiliki perbedaan pokok yang mendasar sehingga apabila ajaran Syi’ah dikembangkan di suatu Negara yang berfaham Sunni maka tidak akan memiliki titik temu demikian pula sebaliknya, hendaklah pengambil keputusan di negeri ini menjadikan statement tersebut sebagai referensi dalam rangka mengambil keputusan terbaik dalam mengahadapi kasus – kasus konflik berlatar belakang Syi’ah – Sunni di Indonesia.
12. Mengharap dengan hormat agar pemerintah, baik Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Negarawan ,Akademisi, Politisi, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Budayawan, Seniman dan golongan “The have”, hendaklah memiliki pemikiran yang jernih, cerdas dan visioner untuk menyelamatkan negeri tercinta Indonesia dari kehancuran.
13. Demikian laporan kami yang pertama, sehingga apabila ada perkembangan baru akan kami sampaikan pada laporan berikutnya.
Surabaya, 10 Syawal 1433 H/28 Agustus 2012 M
(bilal/arrahmah.com)