JAKARTA (Arrahmah.id) – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM), Nugroho Prasetya Aditama, turut mengkritisi wacana skema student loan bagi mahasiswa yang kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Student loan merupakan skema cicilan yang disediakan untuk membantu memenuhi biaya pendidikan di perguruan tinggi.
Melalui skema ini, mahasiswa yang belum memiliki cukup dana untuk membayar biaya kuliah dapat menggunakan sistem pembayaran nanti atau mencicil di kemudian hari. Dana untuk pembayaran ini dipinjamkan oleh pihak ketiga.
Pelunasan dana pinjaman student loan ini bermacam-macam. Ada beberapa penyedia layanan yang mewajibkan mahasiswa melunasi pinjamannya sebelum lulus. Ada pula yang memberi jangka waktu pelunasan hingga mahasiswa lulus kuliah dan bekerja. Sistem pelunasan ini disesuaikan dengan kebijakan masing-masing penyedia layanan student loan.
Nugroho menilai, skema student loan semakin mengisyaratkan bahwa negara semakin lepas tangan terhadap tanggung jawabnya kepada masyarakat di sektor pendidikan.
Dengan menggunakan student loan, lanjutnya, negara menyerahkan tanggung jawabnya kepada pasar. Baginya, yang bisa mengakses hanyalah orang dengan ekonomi yang lebih baik.
“Nah, ini yang kemudian semakin kami resahkan ketika permasalahan sistemik lalu penyelesaiannya melalui solusi individu lewat skema student loan,” ujarnya.
Nugroho juga memandang bahwa skema student loan yang sekarang sedang dirancang masih menggunakan logika pasar. Artinya, ada bunga yang diterapkan, misal meminjam sepuluh juta, maka mahasiswa harus mengembalikan lebih dari nominal tersebut.
“Ini yang berbahaya ke depan karena akan ada efek samping yang ditimbulkan dalam skema student loan dalam konteks di Indonesia,” ujarnya, lansir Tempo.co, Selasa (28/5/2024).
Saat ini, Nugroho dan BEM UGM satu suara untuk tidak sepakat terhadap skema student loan yang sedang dirancang pemerintah. Namun, Nugroho menggaris bawahi bahwa sebetulnya skema tersebut perlu diperdalam lagi.
“Skema student loan perlu diperdalam, apakah nantinya cicilan 0 persen atau seperti apa. Jika cicilan 0 persen, yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah secara teknis itu memungkinkan? Menurut saya itu perlu digodok kembali,” jelas Nugroho.
Lebih lanjut, Nugroho mengatakan bahwa BEM UGM akan terus mengawal wacana skema student loan.
Bahkan, menurutnya, student loan menjadi salah satu fokus pengawalan isu BEM UGM dan masih berkaitan erat dengan permasalahan UKT.
“Harapannya, pendidikan bisa diberikan kepada masyarakat tanpa terkecuali, gratis, terbuka, dan berkualitas,” pungkasnya.
Skema student loan menjadi pembahasan dalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi atau Kemdikbudristek pada Selasa, 21 Mei 2024.
Rapat tersebut antara lain membahas tentang Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan bagi perguruan tinggi negeri.
Komisi X DPR menyinggung rencana penerapan student loan ini untuk mengatasi biaya UKT mahasiswa yang tinggi. Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf mengatakan, student loan harus dibangun dalam konsep pinjaman melalui bank pelat merah.
“Kita bilang jangan pinjol dong, tapi Himbara bikin sebuah konsep student loan,” kata Dede Yusuf dalam Rapat DPR dengan Kementerian Pendidikan pada Selasa (21/5/2024).
(ameera/arrahmah.id)