RIYADH (Arrahmah.id) – Arab Saudi telah menjatuhkan hukuman mati kepada seorang kritikus pemerintah yang mengecam dugaan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia di media sosial, kata saudara laki-lakinya dan orang lain yang mengetahui kasus tersebut kepada AFP pada Senin (28/8/2023).
Keputusan tersebut dijatuhkan terhadap Mohammed al-Ghamdi pada Juli oleh Pengadilan Kriminal Khusus, yang didirikan pada 2008 untuk mengadili kasus-kasus terorisme.
Tuduhan tersebut termasuk konspirasi melawan kepemimpinan Saudi, melemahkan institusi negara dan mendukung ideologi teroris, kata sumber yang mengetahui rinciannya.
Pejabat Saudi tidak menanggapi permintaan komentar.
Aktivis hak asasi manusia mengatakan kasus ini menyoroti tindakan keras terhadap kritik yang dipublikasikan di media sosial, bahkan melalui akun yang memiliki sedikit pengikut.
Saeed al-Ghamdi, saudara laki-laki Mohammed dan seorang aktivis yang tinggal di pengasingan di luar Arab Saudi, mengatakan bahwa kasus terhadap Mohammed setidaknya sebagian dibangun di atas unggahan di X, sebelumnya Twitter, yang mengkritik pemerintah dan menyatakan dukungan kepada ulama yang dipenjara, Salman al-Awda dan Awad al-Qarni.
Akun Mohammed al-Ghamdi di X hanya memiliki sembilan pengikut, menurut Pusat Hak Asasi Manusia Teluk.
“Pengadilan Saudi meningkatkan penindasan mereka dan mengungkapkan secara terbuka janji-janji kosong mereka untuk melakukan reformasi,” kata Lina al-Hathloul, kepala pemantauan dan komunikasi kelompok hak asasi manusia ALQST.
“Bagaimana dunia bisa percaya bahwa negara ini sedang melakukan reformasi ketika seorang warga negaranya akan dipenggal kepalanya karena tweet di akun anonim yang memiliki kurang dari 10 pengikut?”
Arab Saudi sering mendapat kritik karena seringnya menerapkan hukuman mati, dengan mengeksekusi 147 orang tahun lalu, menurut penghitungan AFP.
Terdapat 94 eksekusi sepanjang tahun ini.
Laporan media pemerintah tidak merinci cara eksekusi namun pemenggalan kepala sudah menjadi hal biasa di masa lalu.
Di bawah kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, penguasa de facto Arab Saudi, Arab Saudi telah menjalankan agenda reformasi ambisius yang dikenal sebagai Visi 2030 yang bertujuan untuk mengubah kerajaan yang sebelumnya tertutup menjadi tujuan pariwisata dan bisnis global.
Namun pihak berwenang Saudi terus mendapat kritik terkait catatan hak asasi manusia di negara tersebut, sehingga memicu kecaman luas pada tahun lalu atas hukuman penjara selama puluhan tahun yang dijatuhkan kepada dua wanita karena unggahan media sosial yang kritis terhadap pemerintah.
Iklim politik “tercemar dengan penindasan, teror, dan penangkapan politik hanya karena menyampaikan pendapat, bahkan dengan tweet atau like tweet yang mengkritik situasi,” kata Saeed al-Ghamdi. (zarahamala/arrahmah.id)