MALANG (Arrahmah.id) – Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) mengirimkan kado istimewa ke Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Kado itu berisikan kotak paket, ada surat terbuka, bola pingpong berwarna biru, dan raket pingpong.
Kado ini dikirim sebagai kritik kepada Nadiem atas kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) di bawah Kemendikbudristekdikti.
Kotak kado ini dikirim setelah berlangsungnya demonstrasi kepada Rektorat Universitas Brawijaya tentang kenaikan UKT.
Surat terbuka dalam kado itu berjudul Surat Terbuka Kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, tentang Komersialisasi Pendidikan Tinggi dan Mencegah Gimmick Politik Pingpong.
Presiden Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya Satria Naufal mengatakan, pengiriman surat terbuka dan raket pingpong dimaknai sebagai bentuk sarkasme, yang melabelkan pemerintah dan kampus sedang melakukan politik pingpong dalam kondisi “mempingpong” nasib anak bangsa dengan saling menyalahkan satu sama lain.
“Kami dari EM UB 2024 juga mengeluarkan video animasi yang berjudul Politik Pingpong. Animasi itu berisikan Menteri Nadiem Makarim, yang sedang bermain olahraga pingpong bersama pihak Universitas Brawijaya, dan juga terdapat animasi Tjitjik Sri sebagai Sekdir Dikti yang mengatakan Kuliah adalah Kebutuhan Tersier,” ucap Satria Naufal, Jumat (25/5/2024), lansir Sindonews.com.
Menurut Satria, permasalahan UKT ini menjadi rumit ketika terjadi lempar tanggung jawab antarpihak.
Satria mengatakan, antara Kemendikbudristek dan pihak rektorat, serta kampus-kampus saling lempar, dan cenderung menerapkan bahasa politik pingpong.
“Karena berulang kali kita diminta menuntut Kemendikbudristek ketika pada rektorat, dan respons Kemendikbudristek juga yang selalu memberikan pernyataan bahwa ini salah kampus. Sehingga, kami menyimbolkan ini adalah politik pingpong,” ujarnya.
“Seharusnya Pemerintah (Kemendikbudristek RI) dan Kampus (UB) sama-sama memiliki political will dalam menyelesaikan masalah ini. Belum lagi bantuan keuangan yang waktu terbatas, dan yang diberikan bantuan sangat terbatas dibanding yang mengajukan,” lanjut Satria.
Pihaknya juga menyampaikan tiga tuntutan yang dilayangkan dalam surat terbuka itu, yakni tuntunan pencabutan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 beserta peraturan turunannya.
Kedua, mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk melakukan audit kepada Peraturan Rentor atau peraturan lannya yang mengikat untuk kenaikan UKT dan luran Pembangunan Institusi (IPI) di setiap perguruan tinggi.
Terakhir, Satria berpesan untuk Nadiem Makarim, Mendikbudristek RI bahwa jika masih tidak mengindahkan banyaknya perlawanan dari setiap kampus termasuk hari ini. Maka, tagar #ReformasiPendidikanTinggi #TurunkanUKTAtauNadiemYangTurun.
(ameera/arrahmah.id)