GAZA (Arrahmah.com) – Departemen Kesehatan Palestina di Gaza mengkhawatirkan krisis obat-obatan dan barang-barang medis telah memasuki tahap-tahap sulit dan mengancam kehidupan para pasien.
Pernyataan ini diungkapkan direktur jenderal Kementerian Kesehatan Gaza, Munir al-Bursh, pada konferensi pers yang diadakan Selasa (23/7/2019) di Kompleks Medis Shifa di Kota Gaza.
“Hari ini dan selanjutnya adalah saat-saat sulit mencekik setiap mimpi untuk mendapat kesembuhan, sebagai akibat dari krisis obat-obatan yang mengganggu staf medis kami di Gaza,” ungkapnya.
Data dan indikator serius ini, lanjutnya, akan menyebabkan layanan kesehatan menghadapi tantangan yang sangat sulit, terutama dalam kasus pendarahan dalam persediaan vital tanpa adanya intervensi serius dari pihak terkait untuk memperkuat komponen dasar dari pelayanan kesehatan serta obat-obatan juga bahan medis, termasuk persediaan laboratorium dan bank darah.
Disamping itu, 25 % bahan medis dan 60 persen persediaan laboratorium dan bank darah telah habis.
“Kondisi ini sangat serius dan belum pernah terjadi sebelumnya. Pelayanan kesehatan telah menjadi di badai yang sangat mengerikan, disamping ancaman kehabisan serta tidak adanya solusi serius dari kita untuk mengakhiri krisis ini,” terangnya.
Ia mengatakan, penjajah Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas kondisi kehidupan pasien, dengan mencegah masuknya obat-obatan hingga mengakibatkan buruknya indikator kesehatan menyusul kelanjutan blokade ilegal dan tidak manusiawi di Jalur Gaza. Israel telah mencegah delegasi dan konvoi kemanusiaan serta 40% pasien.
“Nilai total impor farmasi untuk rumah sakit dan pusat kesehatan pada paruh pertama tahun ini adalah $ 12,8 juta, di mana $ 1,2 juta berasal dari gudang Kementerian di Tepi Barat yang diduduki, atau sekitar 3 persen dari kebutuhan farmasi tahunan kami 40 juta dolar,” jelasnya.
Dia menambahkan, defisit dalam pelayanan pasien ginjal mencapai 55 persen, termasuk penurunan hormon Erythropotin untuk pengobatan anemia serta transplantasi ginjal mencapai 1.150 pasien, yang menyebabkan para pasian ini sulit melakukan tranfusi darah secara terus menerus.
(ameera/arrahmah.com)