HOMS (Arrahmah.com) – Propinsi Homs adalah salah satu wilayah Suriah yang mendapatkan bombardir militer paling parah. Sampai hari ini, pasukan rezim Nushairiyah Suriah, Garda Revolusi Iran, milisi Syiah Shabihah, milisi Syiah Hizbullah Lebanon dan milisi Syiah Mahdi Irak telah mengepung dan membombardir desa-desa dan kota-kota di propinsi Homs selama 390 hari penuh, laporan Ugarit News.
Lebih dari 60 persen rumah, masjid, sekolah dan bangunan di propinsi Homs telah hancur lebur oleh bombardir massif yang tak mengenal kata berhenti tersebut. Layanan listrik, air bersih, dan sarana komunikasi telah terputus sejak setahun lalu dari propinsi Homs. Krisis makanan dan obat-obatan menjadi menu sehari-hari warga sipil muslim di Homs.
Situs berita Nora News dan Noor Alhuda Syrian (NNSAH) pada Kamis (11/7/2013) pagi mengutip kisah Syaikh Muthi’ al-Bathin tentang duka nestapa kaum muslimin di propinsi Homs. Kisah nyata itu diceritakan oleh Syaikh Muthi’ al-Bathin melalui akun facebook beliau.
“Sepanjang hidupku, aku tak pernah mendengarkan pertanyaan yang lebih memilukan melebihi pertanyaan ini,” tulis Syaikh Al-Bathin mengawali kisahnya.
“Kemarin saya menghubungi seorang saudara dari kota Homs, saya menanyakan kepadanya tentang kebenaran berita yang menyebutkan bahwa penduduk yang terkepung di kota Homs telah diberi fatwa oleh sebagian ulama tentang kebolehan memakan daging kucing, sebatas yang menyelamatkan nyawa mereka dan mengganjal perut mereka.”
“Saudara itu mengatakan kepadaku bahwa ia tidak mengetahui sedikit pun tentang berita itu. Namun saudara-saudara di Homs, seperti yang ia ceritakan kepadaku, sedang mencari fatwa yang membolehkan seseorang di antara mereka membunuh anak-anak dan istrinya sendiri.”
“Hal itu (membunuh anak-anak dan istrinya sendiri, edt) akan mereka lakukan karena mereka takut anak-anak dan istri mereka akan jatuh ke tangan pasukan Majusi dan “Serbia” kontemporer. Mereka akan melakukan hal itu, kemudian berangkat dengan jiwa yang tenang untuk melawan orang-orang pendengki, yang dalam sejarah belum pernah dikenal golongan yang lebih mendengki melebihi mereka. Dengan begitu, ia akan bisa menghadapi kematian, tanpa khawatir istrinya akan diperkosa, tanpa khawatir anak-anak dan bayi-bayinya akan dicincang dan dibakar.”
“Sejak saat aku mendengar pertanyaan itu, demi Allah, wahai saudara-saudara, aku masih terpekur kebingungan akibat kengerian dari kondisi yang aku dengar.”
Syaikh Muthi’ al-Bathin kemudian melanjutkan ceritanya.
“Pertanyaan kepada umat Islam di awal bulan Ramadhan ini, dari jantung kota Homs yang tercinta dan tengah terluka.
Di sana ada 800 keluarga yang menanyakan pertanyaan ini. Lantas apa jawabannya wahai umatku?
Dan pertanyaan yang lebih menyudutkan kita lagi, adalah bagaimana kita akan menghadap Allah, lalu Allah menanyakan kepada kita atas sikap kita yang menelantarkan rakyat kita dan saudara-saudara kita di Homs?
Pertanyaan bagi kita semua, dan kita semua akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah. Mungkinkah ada alasan-alasan untuk membela diri di hadapan pertanyaan yang menggoncangkan hati setiap orang yang masih memiliki hati?”
Syaikh Muthi’ al-Bathin adalah ulama dan komandan mujahidin propinsi Dara’a. Ia tertembak oleh sniper militer rezim Nushairiyah Suriah dan sempat menjalani operasi di rumah sakit Turki. (muhibalmajdi/arrahmah.com)