Oleh Neni Sulastri
Aktivis Muslimah
Sungguh sangat mengerikan kondisi emosional orang-orang saat ini, banyak kasus pembunuhan yang berawal dari amarah, tersinggung ataupun masalah ekonomi. Seperti yang baru-baru ini terjadi, kasus pembunuhan yang dilakukan oleh TR seorang suami yang memutilasi istrinya YN di Dusun Sindang Jaya Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis pada Jumat 3 Mei 2024. TR diduga mengalami depresi karena masalah ekonomi. Polisi mengatakan bahwa pelaku memiliki utang lebih dari 100 juta kepada perseorangan dan bank.
Sebelumnya juga terjadi kasus pembunuhan seorang wanita yang ditemukan di dalam koper di Jalan Inspeksi Kalimalang, Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Kasus lainnya adalah penganiayaan dan pembunuhan seorang pelajar oleh kakak seniornya yang terjadi di Sekolah Taruna Tinggi Ilmu Pelayaran, Marunda Jakarta Utara. Korban berinisial P (19 tahun).
Sejumlah kasus pembunuhan secara sadis terjadi di beberapa daerah, ini menggambarkan bahwa kehidupan saat ini makin tidak aman. Pelaku pembunuhan bukan lagi orang asing, melainkan orang terdekat.
Kondisi emosional orang-orang saat ini makin tidak waras. pelampiasan amarah, depresi, ataupun rasa tersinggung, tidak puas jika hanya dengan kata-kata tetapi sampai menghilangkan nyawa. Bahkan parahnya lagi, demi mendapatkan materi secara instan baik itu kepuasan jasmani ataupun uang, rasa takut dan rasa bersalah itu sudah tidak dimiliki lagi.
Kondisi masyarakat yang makin rusak dan jauh dari rasa aman, sebenarnya merupakan hasil dari sistem kehidupan yang saat ini kita pijak yaitu sistem sekuler, sistem yang rusak dan merusak. Sekularisme meniscayakan pemisahan agama dari kehidupan. Akhirnya, kepuasan jasmani dan materilah yang menjadi prioritas apapun caranya. Pemahaman seperti ini jelas berpengaruh dalam pengendalian emosi ketika memiliki kehendak.
Paham sekulerisme ini juga, membuat sistem pendidikan menghasilkan manusia-manusia yang selalu berorientasi pada materi. Sehingga, mereka menjadi sosok yang tamak dan memaksakan kehendak dalam memenuhi keinginannya.
Faktor inilah yang membuat seseorang melakukan tindakan kriminal dan kejahatan. Kemudian juga, sanksi yang diterapkan di dalam sistem sekularisme tidak membuat para pelaku kejahatan menjadi jera. Alhasil, sekalipun ada penjara dan hukuman, kejahatan tetap merajalela hingga menjadi contoh dan inspirasi pada orang lain untuk berbuat kejahatan. Dengan kata lain selama sistem sekuler ini masih eksis dan menjadi cara pandang kehidupan manusia, kejahatan akan terjadi silih berganti, dan masyarakat akan semakin rusak.
Berbeda dengan sistem kehidupan yang diatur oleh Islam sebagai ideologi. Islam menetapkan tujuan hidup manusia, yaitu untuk taat kepada Allah dan terikat kepada aturan-aturan-Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala dalam Quran surat az-dzariyat ayat 56 yang artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaku.”
Ayat tersebut menjelaskan, bahwa manusia itu harus melaksanakan hukum-Nya dan patuh kepada apa yang ditetapkan Allah. Serta hakikat ibadah tidak lain adalah mengikuti dan patuh, maka makna beribadah yaitu, bukan hanya ibadah mahdhah saja seperti, salat, zakat, puasa, dan haji, melainkan ibadah dalam pengertian yang luas, yakni, taat kepada seluruh aturan Allah, termasuk aspek muamalah seperti, ekonomi, politik, keluarga, dan pendidikan.
Islam memiliki sistem pendidikan untuk menanamkan pemahaman kepada seluruh pemeluknya. Kurikulum sistem pendidikan Islam juga berbasis akidah Islam. Output peserta didik harus memiliki kepribadian Islam yang muncul dari keimanan. Ketika seseorang beriman ia akan berupaya agar cara berpikir atau aqliyah dan cara bersikap atau nafsiyah sesuai dengan Islam. Sehingga saat peserta didik tersebut terjun di tengah masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat, mereka akan menjadi orang-orang yang menjaga diri dari kemaksiatan ataupun kejahatan. Mereka akan senantiasa menebar kebaikan di tengah-tengah masyarakat, mereka juga akan menjadi orang yang ringan tangan dalam menolong sesama dalam kebaikan dan juga akan bersemangat mengajak kepada kebaikan serta tidak sungkan untuk mencegah hal yang munkar.
Dengan begitu interaksi di tengah masyarakat penuh dengan kebaikan dan selalu terjaga dari kemaksiatan. Selain pembentukan kepribadian Islam dari sistem pendidikan, Islam juga memiliki sistem sanksi yang membuat para pelaku kejahatan menjadi jera. Dalam Islam pelaku penganiayaan dan pembunuhan akan diberi sanksi jinayat, yakni qishas. dalam Quran surat al-baqarah ayat 178-179 Allah menjelaskan, bahwa, sanksi qishas akan menjaga nyawa manusia.
Peringatan ini mudah dipahami, sebab efek penerapan sistem sanksi Islam oleh negara menimbulkan efek jawabir atau penebus dosa dan jawazir atau pencegah. Ketika seorang pembunuh, dihukum setimpal dengan perbuatannya, yakni dibunuh, maka hukuman ini akan menjadi penebus dosa bagi pelakunya, dan juga membuat orang lain tidak terinspirasi untuk melakukan kejahatan yang sama.
Dengan demikian, keamanan di tengah masyarakat akan terwujud. Akan tetapi, penjagaan ini hanya akan terwujud dengan diterapkannya sistem Islam ditengah-tengah masyarakat oleh Daulah Khilafah.
Wallahu’alam bisshawwab