MOSKOW (Arrahmah.id) – Ekonomi Rusia telah beradaptasi dengan baik terhadap sanksi-sanksi Barat dan Moskow tidak takut dengan kemungkinan adanya sanksi-sanksi semacam itu, kata Kremlin.
Pada 25 Februari 2022, sehari setelah Rusia melakukan invasi skala penuh ke Ukraina, Uni Eropa memberlakukan sanksi luas yang dimaksudkan untuk mengirimkan sinyal yang jelas kepada Moskow bahwa akan ada konsekuensi yang parah akibat perang.
Blok ini telah memberlakukan 11 paket sanksi hingga saat ini dan pekan lalu mengatakan bahwa mereka akan bekerja untuk menutup celah-celah dalam langkah-langkah yang ada. Para pejabat Uni Eropa telah menyarankan bahwa sanksi-sanksi tersebut dapat tetap berlaku selama bertahun-tahun.
“Rusia telah hidup di bawah rezim sanksi untuk waktu yang cukup lama, selama beberapa dekade, dan kami telah cukup beradaptasi dengan itu, sehingga jangka waktu seperti lima hingga 10 tahun tidak membuat kami takut,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada para wartawan pada Selasa (24/10/2023), seperti dilansir Al Jazeera.
Rusia mengatakan bahwa sanksi-sanksi tersebut telah meningkatkan ekonomi domestik dan produksi industrinya.
Beberapa pengamat berpendapat bahwa sanksi-sanksi tersebut telah diakali dan telah gagal menghalangi Rusia dalam perangnya melawan Ukraina. Menurut sebuah laporan dari konsultan risiko yang berbasis di Norwegia, Corisk -yang menganalisis data bea cukai dari 12 negara Uni Eropa, Norwegia, Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang- penghindaran sanksi ekspor terhadap Rusia mencapai sekitar 8 miliar euro ($8,5 miliar) pada 2022.
Negara-negara Barat dan Kiev mengatakan bahwa Moskow terlibat dalam perang agresi yang tidak beralasan di Ukraina. Moskow menuduh negara-negara Barat menggunakan Ukraina untuk mencoba melemahkan dan merusak keamanan Rusia. (haninmazaya/arrahmah.id)