JAKARTA (Arrahmah.com) – Sejumlah paket peti dikirim massal ke sejumlah kantor media massa dan media social elektronik pada Senin (6/6/ 2011). Diduga, paket tersebut merupakan bagian dari kampanye pemasaran dalam peluncuran buku berjudul Matinya Periklanan di Indonesia, yang akan diluncurkan di Jakarta, Kamis 9 juni 2011.
Sumardy selaku Chief Executive Officer (CEO) perusahaan Buzz&Co, mengaku pengiriman peti mati ini sekaligus peluncuran perdana situs dan buku perusahaannya. “Ini inisiatif sendiri. Tidak ada hubungannya dengan politik,” ujarnya kepada Tempo di kantornya, Lantai 3 Senayan Trade Center, Jakarta Pusat, Senin (6/6)
Sumardy membenarkan bahwa ada 100 destinasi yang akan dikirimi peti mati. Dari jumlah itu, 10 persennya merupakan media yang dia nilai terkenal. Sasaran utamanya adalah perusahaan iklan, pemilik, dan tokoh komunikasi pemasaran.
Dia beralasan kampanye pemasaran yang dilakukan perusahaan iklan saat ini amat membosankan. Untuk itu, pihaknya ingin menunjukkan cara gila yang dilakukannya hari ini. “Biaya beli peti mati lebih murah ketimbang pasang iklan,” kata Sumardy.
Menurut dia, dunia pemasaran sekarang cuma bisa saling meniru dan menyerang. Bagi Sumardy, konsumen harus diapresiasi dengan iklan yang tidak membosankan.
Dia mengatakan bagi orang yang dikirimi peti mati akan mendapatkan kode angka yang ditempel di tangkai mawar putih. Angka itu adalah kata klunci untuk mengakses laman perusahaannya, yakni www.restinpeacesoon.com. “Misalnya, Wicaksono–petinggi Tempo–*666#,” kata dia.
Seperti diketahui, paket peti mati misterius yang dikirimkan ke sejumlah kantor media dan perusahaan jumlahnya 100 buah. Semua berukuran peti untuk balita yang panjangnya sekitar satu meter.
Peti-peti itu berisi bunga tabur dan masing-masing berisi satu kuntum mawar putih yang ditempeli kertas www.restinpeacesoon.com. Di baliknya bertulisan nomor. Dua peti mati yang dikirimkan ke Tempo ditujukan kepada Wakil Pimpinan Redaksi Tempointeraktif Wicaksono dan Kepala Desain Korporat Sri Malela Mahargasarie, masing-masing bertulisan “You Are Number #666” dan “You Are Number #131”.
Sopir mobil jenazah Nendi, yang mendapat tugas mengirimkan peti ke Kantor Redaksi Koran Tempo, mengaku mendapatkan pesanan sejak dua bulan lalu. “Ini pesanan spesial, ada ukirannya,” kata Nendi, Senin, 6 Mei 2011.
Wakil Pemimpin Redaksi Tempointeraktif.com Wicaksono menilai paket yang diterimanya bukan sesuatu yang bersifat teror dan serius. Wicaksono merujuk pada gerakan kampanye yang diinisiasi oleh akun Twitter @restinpeacesoon. ” Sudah ada akun Twitter yang disinyalir jadi sumbernya,” kata Wicaksono. Paket kiriman peti mati itu diterima Wicaksono di kantor Koran Tempo, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Paket tersebut dikirim dari Rest In Peace Soon, Unit 166, Jalan Asia Afrika, Pintu IX Senayan, Jakarta 10270.
Beberapa media massa nasional yang mendapatkan kiriman paket peti mati, yakni Detik.com, Kompas.com, Okezone.com, koran harian berbahasa Inggris “The Jakarta Post”, Tempo, dan dua media televisi masing-masing ANTV dan RCTI.
Menanggapi pengiriman peti mati tersebut, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, adanya peti mati yang dikirim oleh pihak tak bertanggungjawab kepada sejumlah media massa membahayakan demokrasi dan merupakan swa sensor terhadap media massa.
“Saya melihat, adanya teror dan tekanan kepada media massa yang kritis yang dilakukan orang per orang. Rasa swa sensor kepada institusi media terjadi dan ini membahayakan dunia demokrasi karena media itu penyokong demokrasi,” kata Pramono Anung di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (6/6).
Politisi PDIP tersebut mengungkapkan bahwa cara teror seperti itu adalah anti demokrasi, ketidakdewasaan dan harus dilawan bersama-sama. Cara seperti itu karena ada pihak-pihak berkepentingan dirugikan. Katakanlah yang hendak mengalihkan isu dan lain sebagainya.
Sepertinya politisi kita memang jarang berpikir jernih., yang ada emosi dan tuduh menuduh. Sedikit-sedikit dikaitkan dengan teror, sedikit sedikit anti demokrasi, sedikit sedikit dihubungkan dengan masalah politik. Kalau sudah begini, bagaimana rakyat bisa tenang, karena yang membuat cemas dan tidak tenang adalah para pemimpinnya. (dbs/rasularasy/arrahmah.com)