JAKARTA (Arrahmah.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap Paulus Tannos di Singapura. Paulus yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, telah lama menjadi buronan dalam kasus proyek pengadaan e-KTP.
“Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” ujar Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).
Fitroh menjelaskan, KPK tengah berkoordinasi dengan berbagai lembaga hukum di Indonesia, seperti Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kementerian Hukum, untuk melengkapi persyaratan ekstradisi Paulus dari Singapura.
Langkah ini bertujuan agar Paulus dapat segera dibawa ke Indonesia dan menjalani proses hukum lebih lanjut.
“Sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan (Paulus) ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” jelasnya.
Sebelumnya, eks Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, sempat mengungkapkan bahwa kendala utama dalam menangkap buronan kasus korupsi e-KTP ini adalah belum adanya perjanjian ekstradisi dengan negara tempat Paulus berada.
“Yang jelas, keberadaan yang bersangkutan sudah diketahui di negara tetangga. Kita belum punya perjanjian ekstradisi,” ujar Alexander, Jumat (18/8/2023).
Alexander juga menyebut bahwa KPK selama ini hanya dapat meminta bantuan otoritas negara tempat Paulus berada untuk memfasilitasi pemeriksaan.
“Karena kita nggak bisa juga menjemput paksa, kecuali yang bersangkutan secara sukarela mau. Kayak dulu Gayus, kan kita ke sana. Seperti itu kejadiannya,” ungkap Alexander.
Selain itu, ia menambahkan bahwa KPK akan mengupayakan pencabutan kewarganegaraan Paulus melalui Kementerian Luar Negeri, mengingat Paulus memiliki kewarganegaraan di salah satu negara di Afrika Selatan dengan nama paspor Tahian Po Tjhin (TPT).
“Yang bersangkutan punya dua paspor. Dicabut di sini (Indonesia), masih ada paspor yang lain. Ketika dia (Paulus Tannos) berjalan keluar dari Singapura, dia tidak menggunakan paspor Indonesia. Makanya, ketika diberitahu bahwa yang bersangkutan ada di Thailand atau Bangkok, kita utus penyidik ke sana. Tapi hanya bisa melihat saja, karena kalau kita tangkap nanti malah dicela,” paparnya.
Paulus Tannos merupakan Direktur PT Sandipala Arthaputra yang tergabung dalam konsorsium pemenang proyek e-KTP bersama Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Ia ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019.
Menurut KPK, Paulus memiliki peran penting dalam rekayasa pengerjaan proyek e-KTP. Ia diketahui mengadakan pertemuan dengan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik, Husni Fahmi, dan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI sekaligus Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya, untuk menyusun spesifikasi teknis dalam lelang proyek tersebut.
Ia juga diduga bekerja sama dengan sejumlah vendor untuk menyepakati fee sebesar 5 persen dari nilai proyek. KPK menyebut Paulus memperkaya dirinya sebesar Rp145,85 miliar dari proyek ini.
Paulus bersama keluarganya melarikan diri ke Singapura pada 2017 dan terus berstatus sebagai buronan hingga kini.
Pada awal 2023, keberadaannya sempat terdeteksi di Thailand. Namun, tim penyidik tidak dapat menangkapnya karena Paulus telah berganti kewarganegaraan di Afrika Selatan dengan nama Tahian Po Tjhin (TPT) dan lambatnya penerbitan red notice oleh Interpol.
KPK terus berupaya mengejar Paulus Tannos dan telah mengajukan red notice Interpol menggunakan identitas barunya.
(ameera/arrahmah.id)