JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan dasar hukum “perjanjian preman”, penarikan kontribusi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap perusahaan pengembang terkait proyek reklamasi.
“Kalau tidak ada peraturannya, berarti kita tanda tanya besar dong, peraturannya harus disiapkan terlebih dahulu,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, lansir Antara.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuk Tjahaja Purnama mengakui bahwa ada “perjanjian preman” yang dilakukan pemerintah provinsi dengan para pengembang yang terlibat pengerjaan reklamasi karena tidak ada peraturan daerah (perda) yang bisa dijadikan sebagai landasan kuat penarikan kewajiban tambahan.
Kesepakatan itu, menurut dia, dibuat berlandaskan Keputusan Presiden No.52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
“Seyogianya semua tindakan kalau tidak ada dasar hukumnya, tidak ada dasar peraturannya, itu bisa dibuat. Kalau di tingkat pusat tidak ada peraturannya, kita bisa buat perda, buat pergub, jangan kemudian kita kalau sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa ada acuan perundang-undangannya itu kan tidak boleh,” kata Agus.
Agus mengatakan jika ingin menarik kontribusi tambahan, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terlebih dahulu membuat peraturan daerah sebagai dasar.
“Sempurnanya begitu,” katanya.
Kalaupun “perjanjian preman” itu bisa masuk kategori sebagai diskresi, ia mengatakan, namun diskresi juga ada batasannya.
“Diskresi ada rambu-rambunya,” tambah Agus.
Dalam “perjanjian preman” tersebut, empat perusahaan pengembang yang terdiri atas PT Muara Wisesa, PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Kartika Pakci disebut akan membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengendalikan banjir di kawasan utara Jakarta.
“Di situ ada Keppres menyebutkan ada tiga sebetulnya. Jadi, landasannya dari situ. Satu ada tambahan kontribusi. Ada kewajiban kalau kewajiban kan fasum (fasilitas umum), fasos (fasilitas sosial). Ada kontribusi lima persen. Di situ katakanlah ada kontribusi tambahan, tetapi enggak jelas apa. Ya, saya manfaatkan dong,” kata Basuki pada 13 Mei 2016.
Menurut Basuki, PT Agung Podomoro Land sudah mengeluarkan sekitar Rp200 miliar. Namun, nominal tersebut belum sepenuhnya dari nilai kontribusi tambahan yang semestinya.
“Yang sudah dikerjain jalan inspeksi, rusun, tanggul, pompa, dia sudah kerjain,” katanya.
KPK sudah memeriksa sejumlah pihak dan menetapkan tersangka dalam perkara suap terkait pembahasan rancangan peraturan terkait reklamasi di Jakarta.
KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
(azm/arrahmah.com)