JAKARTA (Arrahmah.com) – Mahkamah Agung (MA) membuat putusan hukum kontroversial terkait narkoba, dengan membatalkan hukuman mati terpidana kasus kepemilikan pabrik Narkoba Hengki Samuel. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai putusan ini menjadi preseden buruk bagi semangat perlindungan anak-anak Indonesia, yang terus diincar oleh peredaran narkoba, yang mengancam jiwa dan masa depan anak-anak Indonesia.
“Apa yang dilakukan MA merupakan preseden buruk bagi upaya perlindungan anak, dan sangat tidak mendukung upaya perang total terhadap kejahatan narkoba. Pertimbangan hakim sangat sumir, atas nama HAM penjahat tetapi menistakan HAM anak-anak bangsa,” Ketua Divisi Sosialisasi KPAI Asrorun Ni’am Sholeh, kepada arrahmah.com (5/10) Jakarta.
Menurut Ni’am, kejahatan narkoba merupakan extraordinary crime, kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, karena dampaknya sangat besar bagi anak-anak. Kejahatan narkoba membunuh satu generasi, bukan hanya individu-individu.
“Untuk itu, harus ada komitmen kuat untuk memberikan hukuman maksimal bagi penjahatnya, dalam rangka menjaga hak hidup masyarakat, khususnya anak-anak yg sangat rentan menjadi korban,” jelasnya.
Lebih dari itu, dalam pemberantasan narkoba dibutuhkan sanksi yang menimbulkan efek jera bagi pelaku.
” Harus ada efek jera, salah satunya dengan memberikan hukuman mati bagi pengedar dan bandar. Jika ada benturan antara hak asasi penjahat dengan korban, maka harus didahulukan hak asasi korban,” ungkap Ni’am.
Sambung Ni’am, pertimbangan MA sangat keropos dari sisi akademis, maupun perspektif HAM sekalipun.
“Secara nyata UU kita menetapkan hukuman mati, mengapa itu dinafikan atas nama HAM. Artinya, para hakim tersebut mengingkari eksistensi UU, dan jika putusan serta pertimbangannya melawan UU, maka batal demi hukum, MA perlu mengusut lebih lanjut soal putusan tersebut” tutupnya. (bilal/arrahmah.com)