JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh menyayangkan terjadinya kasus pencabulan yang dilakukan oleh pedangdut Saipul Jamil terhadap remaja 17 tahun berinisial DS. Dalam kasus tersebut, polisi telah menetapkan Saipul Jamil sebagai tersangka.
“Public figure seharusnya memberikan teladan yang baik,” kata Niam dalam keterangan pers, sebagaimana dilansir oleh VIVA.co.id,
Niam mengungkapkan bahwa kasus pencabulan sesama jenis (homoseksual) yang disangkakan kepada Saipul Jamil dengan korban anak DS menunjukkan bahwa perilaku homoseksual dan aktftas seks menyimpang jika dibiarkan berkembang cenderung akan memangsa korban, dan kelompok yang paling rentan adalah anak-anak.
Kasus Saiful Jamil ini, jika benar, merupakan bukti yang sangat nyata bahwa aktifitas seks menyimpang menjadi ancaman yang sangat nyata bagi anak-anak Indonesia, tutur Niam.
Menurut Niam, perlu ada langkah-langkah hukum memastikan perlindungan anak dengan segera memulihkan korban, dan menghukum pelaku agar ada efek jera.
“Pada saat yang sama, diharuskan untuk rehabilitasi agar tidak terus memiliki kecenderungan orientasi seks menyimpang,” ucapnya.
KPAI secara khusus berkoordinasi dengan Kepolisian untuk penanganan kasus ini, dengan merujuk pada UU 34/2014 jo UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu perlu langkah-langkah preventif dengan mencegah seluruh tayangan yang memvisualisasi kebancian meskipun hanya untuk bahan candaan dan lawakan, agar tidak melahirkan permisifitas terhadap aktifitas sosial yang menyimpang di kalangan anak-anak.
“Media elektronik tidak menayangkan acara-acara yang mengeksploitasi aktifitas seks menyimpang sehingga dapat ditiru anak-anak. Perlu dilakukan edukasi kepada anak-anak ihwal seksualitas sesuai dengan norma kesusilaan dan norma agama,” tutupnya.
Saipul Jamil dijerat dengan dua pasal, yakni Pasal 82 jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.
(ameera/arrahmah.com)