JAKARTA (Arrahmah.com) – Pezina, pelaku perzinaan laki atau permpuan harus dipidana, hal ini sebagai bentuk komitmen negara untuk perang terhadap kejahatan seksual. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh, dikutip Antara, mendorong upaya pemidanaan pelaku perzinaan dan pencabulan, termasuk sesama jenis.
“Dorongan itu sebagai komitmen negara untuk perang terhadap kejahatan seksual, khususnya terhadap anak,” kata Niam lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, hubungan seks bukan sekadar melampiaskan hasrat seksual semata, tetapi menjadi salah satu sarana untuk melahirkan anak. Bagian dari hak dasar anak adalah hak untuk memperoleh identitas.
Proses lahirnya seorang anak, lanjut dia, harus melalui jalur yang dibenarkan, guna menjamin perlindungan terhadap anak.
“Problem utama yang sering kali dialami anak yang berasal dari hubungan seks di luar nikah adalah persoalan layanan administrasi kependudukan,” kata dia.
Dia mengatakan perzinaan, sodomi, homoseksual, pencabulan, pornografi dan berbagai kejahatan seksual telah mengancam anak-anak Indonesia. Perlu perang terhadap kejahatan seksual dengan memidanakan pelaku perzinaan dan pencabulan, termasuk sesama jenis.
Niam mengatakan hubungan seks di luar nikah, baik dengan paksaan maupun dengan persetujuan kedua belah pihak, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah, harus terlarang karena akan menyebabkan terlanggarnya hak anak.
“Karena perbuatan orang tua biologis yang tidak sah secara hukum maka anak yang terlahir menanggung akibat hukum, di samping juga menanggung beban sosial dan psikologis. Padahal anak terlahir tidak berdosa, tetapi secara sosiologis harus menanggung beban dari perbuatan orang tua biologisnya,” kata dia.
Niam mengatakan pembiaran perbuatan cabul, termasuk sesama jenis dan kejahatan seksual di lingkungan orang dewasa akan melahirkan kesan kepada anak-anak bahwa perbuatan tersebut benar dan lumrah.
“Ketika dianggap biasa, anak kemudian melakukannya sehingga mengantarkan mereka menjadi pelaku pencabulan dan kejahatan seksual,” katanya.
Dalam undang-undang, kata dia, terkesan ada toleransi dan permisivisme terhadap kejahatan seksual di masyarakat, seperti tertuang dalam Pasal 284 dan 292 KUHP.
“Pasal 292 bisa dimaknai secara a contrario (makna kebalikan) ketika terjadi pencabulan sesama jenis saat sudah dewasa dibiarkan oleh hukum atau setidaknya tidak dianggap salah oleh pasal ini,” kata dia.
(azm/arrahmah.com)