ATHENA (Arrahmah.com) – Kamp migran terbesar Yunani menghadapi penutupan bulan depan kecuali pihak berwenang membersihkan “jumlah sampah yang tak terkendali”, kata gubernur daerah, mengutip resiko kesehatan masyarakat.
Kamp Moria, di pulau Lesbos, Yunani, telah lama dideskripsikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi hak asasi manusia lainnya terlalu sesak dan tidak cocok untuk ditinggali manusia.
Lebih dari 8.300 pengungsi dan migran saat ini berada di bekas kamp militer dalam di tenda-tenda tipis, lebih dari dua kali lipat dari kapasitas 3.100 orang, menurut angka terbaru pemerintah.
Dalam sebuah pengumuman yang diterbitkan pada Senin (10/9/2018), Christiana Kalogirou, gubernur Aegean utara, mengatakan inspektur kesehatan masyarakat di pulau itu telah menyatakan Moria “tidak cocok dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan”.
Dikatakan inspektur menemukan “jumlah sampah yang tak terkendali”, pipa saluran pembuangan yang rusak dan tempat sampah yang meluap. Selain itu, tempat tinggal tidak dibersihkan secara memadai, ada resiko tinggi penularan penyakit karena air yang kotor dan tergenang.
“Kami mengeluarkan batas waktu selama 30 hari … untuk memperbaiki semua masalah,” pemberitahuan yang ditujukan kepada menteri migrasi dan direktur kamp mengatakan. “Melebihi batas waktu ini, kami akan melarang operasinya.”
Bulan lalu, badan pengungsi PBB UNHCR mendesak Yunani untuk mempercepat transfer pencari suaka yang memenuhi syarat dari pulau-pulau Aegean ke daratan. Dikatakan kondisi di Moria “mencapai titik didih”.
Yunani telah memindahkan para pencari suaka ke daratan dalam beberapa bulan terakhir dan seorang pejabat kementerian migran akan mempercepat upaya untuk mengurangi jumlah di kamp-kamp.
“Kami berharap dapat segera melihat hasilnya,” kata pejabat yang menolak disebutkan namanya.
Lesbos, tidak jauh dari Turki, adalah titik masuk yang disukai ke Uni Eropa pada tahun 2015 bagi hampir satu juta warga Suriah, Afghanistan, dan Irak. Sejumlah kecil perahu terus berdatangan. (Althaf/arrahmah.com)