ISLAMABAD (Arrahmah.com) – Meski telah lewat 30 tahun, para korban pemerkosaan massal di Kashmir masih berjuang untuk mendapatkan keadilan, kata pejabat Pakistan.
Dalam sebuah pernyataan pada Senin (21/2/2021), Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan hari yang menentukan itu terus melukai ingatan kolektif komunitas internasional.
“Kami dengan sedih mengingat kejadian mengerikan pemerkosaan massal terhadap wanita Kashmir di desa Kunan dan Poshpora,” katanya, dilansir Anadolu Agency (23/2).
Menurut Institut Resolusi Konflik Islamabad (IICR), sebuah LSM yang berbasis di Islamabad, hampir 100 wanita diperkosa oleh pasukan pendudukan India pada 23 Februari 1991.
Kementerian Luar Negeri Pakistan menuduh New Delhi menggunakan pemerkosaan, penyiksaan, perlakuan yang merendahkan martabat, dan pembunuhan wanita Kashmir dengan dalih memerangi terorisme di wilayah tersebut
Sabah Aslam, pendiri IICR, mengatakan para perempuan korban mengajukan kasus-kasus terhadap tentara India tetapi tidak berhasil.
“Tentara India tidak menghormati wanita-wanita ini di depan keluarga mereka.”
Sementara itu, Shehryar Afridi, ketua komite Kashmir Pakistan, mengatakan jika pelaku pemerkosaan massal tidak dihukum, hal itu dapat menyebabkan meletusnya perang baru antara dua tetangga nuklir tersebut.
Tentara pendudukan India membantah tuduhan tersebut, meskipun aktivis HAM mengatakan ada banyak bukti yang menentang mereka.
Sebagian Kashmir dikuasai oleh India dan Pakistan tetapi diklaim oleh keduanya secara penuh. Sebagian kecil wilayah itu juga di bawah kendali China.
Sejak mereka dipecah pada tahun 1947, kedua negara telah berperang tiga kali, dua di antaranya memperebutkan Kashmir.
Menurut beberapa organisasi hak asasi manusia, ribuan orang telah terbunuh dan disiksa dalam konflik yang berkobar pada tahun 1989 itu.
Saat ini, setiap tanggal 23 Februari diperangati warga Kashmir di Pakistan dan di seluruh dunia sebagai Hari Perlawanan Wanita Kashmir. (Hanoum/Arrahmah.com)