PALU (Arrahmah.com) – Korban jiwa akibat gempa berkekuatan 7,4 SR yang disusul tsunami yang menghantam Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah pada Jum’at (29/9/2018) lalu terus bertambah. Tercatat hingga Ahad (30/9) malam, data yang dihimpun Mabes Polri sudah mencapai 1.203 jiwa.
Sebelumnya pada Ahad (30/9) siang, jumlah korban jiwa 832 orang, ratusan luka-luka dan 16.732 menjadi pengungsi di 24 titik di daerah tersebut.
“Ya, sebagian sudah dimakamkan keluarga,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, seperti dilansir Kumparan pada Ahad (30/9).
Para korban tewas tersebar di sejumlah rumah sakit dan posko terpadu Badan SAR Nasional (Basarnas). Sebagian jenazah yang berhasil teridentifikasi juga sudah dimakamkan.
“Karena sebagian besar sudah membusuk,” tutur Dedi.
Di tengah pepohonan yang tumbang, mobil-mobil yang terbalik, rumah-rumah yang hancur, tim penyelamat terus berjuang hingga saat ini.
Puluhan orang dilaporkan terjebak di reruntuhan hotel dan mall di kota Palu. Seorang wanita muda ditarik hidup-hidup dari puing-puing Hotel Roa Roa. Pihak hotel mengatakan bahwa hingga 60 orang diyakini masih terperangkap di reruntuhan.
“Kami berhasil menarik seorang wanita hidup-hidup dari Hotel Roa Roa tadi malam,” ujar Muhammad Syaugi, kepala badan pencarian dan penyelamatan nasional kepada kantor berita AFP.
“Kami bahkan mendengar orang-orang meminta bantuan di sana kemarin.”
“Apa yang sangat dibutuhkan saat ini adalah alat berat untuk membersihkan puing-puing. Saya memiliki staf di lapangan, tetapi tidak mungkin hanya mengandalkan kekuatan mereka sendiri untuk membersihkan ini.”
Pesawat militer C-130 dengan pasokan bantuan berhasil mendarat di bandara utama di Palu, yang dibuka kembali untuk penerbangan kemanusiaan dan penerbangan komersial terbatas.
Citra satelit yang diberikan oleh tim bantuan menunjukkan kerusakan parah di beberapa pelabuhan utama di daerah itu, dengan kapal-kapal besar terlempar ke darat.
Rumah sakit kewalahan dengan masuknya korban luka, di mana banyak orang dirawat di ruang terbuka. Juga terjadi pemadaman listrik yang meluas.
“Kami semua panik dan lari keluar dari rumah ketik gempa memukul,” ujar Anser Bachmid, seorang penduduk Palu berusia 39 tahun.
“Orang-orang di sini membutuhkan bantuan makanan, minuman, air bersih.” (haninmazaya/arrahmah.com)