Jakarta (Arrahmah.com) – Muslimah bercadar sepertinya menjadi “garapan baru” untuk diarahkan pada sebuah stigmatisasi. Setelah mata rantai kasus teroris mulai terputus, ada kesan pengalihan isu dengan membidik dan menelusuri wanita bercadar. Kali ini “mendompleng” kasus yang menimpa Laila Febriani (26) alias Lian, CPNS Kementerian Perhubungan yang sempat menghilang sejak Kamis, 7 April 2011 lalu.
Lian yang akhirnya ditemukan dengan penampilan bercadar dan membawa dua buah buku berjudul “Hakekat Agama dalam Kehidupan” (karya Drs Syahminan Zaini) dan “Mutiara Quran dan Hadits” (karya H Abd Aziz Masyhuri), seperti yang diberitakan sebelumnya, menunjukkan kesan, ada agenda terselubung untuk mengaitkan kasus ini dengan terorisme.
Aneh, sebuah situs menyebut buku yang diterbitkan Al Ikhlas Surabaya sebagai buku bertemakan jihad. Padahal, sangat jelas, pada cover pojok kanan atas buku itu tertulis kurikulum 1980. Diberitakan pula, Lian mengaku ingin berjihad. Bukan tidak mungkin, ini hanyalah kasus rekaan saja, dengan cara melempar “bola panas”, seolah komunitas wanita bercadar adalah sosok yang berbahaya. Dan buku pelajaran agama Islam yang ditemukan, langsung saja diberi stigma sebagai bacaan berbahaya. Menggelikan!
Seperti dikabarkan media massa, Lian yang bekerja sebagai PNS di Bagian Tata Usaha, Direktorat Bandar Udara, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, menghilang sejak Kamis (7/4) lalu. Sebelum hilang, Lian dan teman sekantornya sempat makan siang di kantin Kementerian Informasi dan Komunikasi di Jl Medan Merdeka.
Usai makan siang, Lian mengatakan kepada temannya, akan menemui seseorang bernama Fifi di Jl Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun hingga jam pulang kantor Lian tidak pernah kembali ke kantor dan pulang ke rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta. Dari keterangan Ayah Lian, Lili Hambali, Fifi belum sempat bertemu Lian.
Sejak menghilang, Lian juga tidak pernah menghubungi keluarga maupun rekan sekantornya. Pada hari Jumat, 8 April 2011, setelah seharian ditunggu tidak muncul, keluarga melaporkan hilangnya Lian ke Polda Metro Jaya.
Esoknya, Sabtu, 9 April 2011, Polsek Cisarua Bogor menemukan Lian di Masjid At-Ta’awwun, Puncak, Bogor pada jam 17.30 WIB dalam kondisi sehat. Keluarga baru mendapatkan informasi pada pukul 20.00 WIB. Pada hari Ahadnya, pukul 03.00 WIB dinihari Lian kembali ke pangkuan keluarga setelah dijemput. Hingga saat ini, Lian masih berada dalam perawatan keluarga karena masih shock.
Lian yang ditemukan di Masjid At Ta’awwun pada Sabtu (9/4) telah berubah penampilan dengan pakaian gamis serba hitam dan bercadar serta mengaku bernama Maryam. Padahal sebelumnya, pihak keluarga melaporkan Lian masih mengenakan pakaian dinas Kemenhub biru.
Saat ditemukan, ada yang aneh dari kondisi psikologis ibu satu anak tersebut. Dia tampak linglung, tak mengenal lagi keluarganya. Termasuk dirinya sendiri. Diduga Lian dicuci otaknya oleh seseorang. Saat ditanya, siapa namanya selalu dijawab Maryam. Tapi saat ditanya nama orang tua, alamat, nomor telepon lupa, ia selalu bilang lupa. “Dia ngakunya Maryam. Padahal pas dilihat di KTP, nama aslinya Laila Febrina. Dia kelahiran Jakarta, 22 Februari 1985, pekerjaan CPNS. Ketika itu masyarakat melihat dia turun dari mobil L 300 umum sendirian,” kata Kanit Reskrim Polsek Cisarua, Kabupaten Bogor, AKP Iwan Wahyudi.
Untungnya Lian masih mengingat bagaimana dirinya sampai bisa ‘terdampar’ di Masjid Atta’awun. Kisahnya dimulai dengan perjalanan kereta api bersama seorang wanita bercadar, sepanjang jalan Lian tertidur dan setiap kali terbangun disuguhi kopi hingga muntah-muntah. Katanya kalau sudah muntah itu bagus, artinya dosanya hilang.
Entah benar atau tidak, perjalanan kereta api berakhir di sebuah tempat pengajian yang seluruh pesertanya adalah wanita bercadar dan pria berjenggot lebat. Lian mengaku tidak tahu di mana lokasi pengajian dan apa saja materi yang disampaikan dalam pengajian.
Mengurai Misteri Aisyah
Selama berada di Masjid At-Ta’awwun, Puncak, Bogor, Lian selalu menyebut-nyebut nama Aisyah. Wanita misterius tersebut dikatakan Lian sebagai ibu yang pernah memandikannya. “Dia nggak ingat selama proses perjalanan ke Puncak. Tapi dia ingat ada satu nama orang yang dianggap sebagai ibunya, Aisyah,” kata Kasat Reskrim Polsek Cisarua, Kabupaten Bogor, AKP Iwan Wahyudi, Minggu (10/4/2011).
Berdasarkan cerita Lian kepada warga sekitar, sosok Aisyah digambarkan sebagai wanita bercadar yang berbadan pendek. Ibu beranak satu itu juga pernah bercerita suatu hari dimandikan di tempat tertentu.”Dia nggak ingat bagaimana pertemuannya itu. Tapi dia mengingat pernah dimandikan di suatu tempat, tapi nggak ingat alamat, dan sama siapa saja,” ceritanya.
Iwan menduga, sosok Aisyah inilah yang mengosongkan pikiran Lian selama terpisah dari keluarga. Termasuk saat proses pemandian, Aisyah juga diduga terlibat.”Dia sering nanya, Ibu Aisyah katanya mau ke sini. Mana?” ucap Iwan menirukan Lian.
Petugas Keamanan Masjid At-Ta’Awwun, Edi Irawan (33) bercerita, 5 orang perempuan yang memakai cadar tiba di masjid dari arah Cianjur, Jumat (8/4) sekitar 15.00 WIB. Lian mengaku sedang menunggu dijemput temannya. Namun dia tidak tahu siapa yang akan menjemput dirinya. Diduga Lian hendak dijemput 5 orang wanita bercadar.
Sekitar pukul 15.30 WIB atau sepuluh menit setelah para wanita bercadar itu pergi, Lian pun tiba di masjid. Ibu dari satu anak itu turun dari angkutan umum L300 dari arah Bogor dan sudah mengenakan cadar dengan baju gamis warna gelap.
Bagaimana Lian bisa sampai berada di Masjid Atta’awun? “Katanya dia titipkan Ummi Aisyah ke sopir angkot, katanya mau dijemput di sini tapi sampai lama kok nggak dijemput. Dia lalu minta diantar ke tempat banyak orang pakai cadar, tapi tidak tahu di mana,” jawab Edi mengutip jawaban Lian.
Lian yang dicuci otaknya telah dibawa oleh keluarga untuk menjalani ruqyah. Pegawai Kemenhub ini sudah bisa bermain dengan putrinya dan berbincang-bincang bersama keluarga.
Penuh Kejanggalan
Ada yang janggal dengan misteri hilangnya Lian Febriani. Pihak keluarga Lian heran karena password facebook Lian berubah. “Tadi pagi sempet buka Facebook-nya. Tapi sekitar pukul 14.30 WIB lalu, saya buka lagi tiba-tiba passwordnya telah berubah,” ujar Novita, saudara kandung Lian di kediamannya Jl Kran Lima No 27 Gunung Sahari, Kemayoran, Jakarta Pusat Sabtu (9/4/2011).
Novi sendiri tak tahu siapa yang mengubah password tersebut. Tak ada status baru yang tertulis di dinding Facebook Lian usai password tersebut berubah. Dalam akun tersebut, status terakhir yang tertulis adalah pada tanggal 14 Maret 2011 dengan bunyi ‘kantor masih sepi nih’.
Hingga saat ini, polisi masih menyelidiki kasus penculikan yang dialami Lian Febriani (26). Penyidik Polda Metro Jaya telah mengambil dua buku agama yang dibawa Lian saat ditemukan di Masjid Atta’awun, Puncak, Bogor. “Saat ini bukunya sudah diambil Polda,” kata Kanit Reskrim Polsek Cisarua AKP Iwan Wahyudi di Mapolsek Cisarua, Jalan Raya Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/4/20110). Polisi pun masih menelusuri siapa sebenarnya yang ditemui Lian saat dia menghilang. Tiga saksi pun diperiksa.
Tiga saksi yang diperiksa yaitu dua orang berinisial F dan satu orang berinisial B. Karena Lian ditemukan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Polda Metro pun tengah berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat untuk menelusuri kasus ini. Polisi belum menengarai kasus Lian ini terkait dengan perekrutan jaringan teroris. “Belum,” jawab Baharudin singkat. (Ahmad Zidan/arrahmah.com)