ALEPPO (Arrahmah.com) – Konvoi terakhir pejuang oposisi dan warga sipil bersiap pada Rabu (21/12/2016) untuk meninggalkan Aleppo ditengah hujan salju yang lebat, membuka jalan bagi pasukan rezim Suriah untuk mengambil kontrol penuh atas kota tersebut setelah empat tahun perang.
Sekitar 30.000 orang telah meninggalkan Aleppo timur sejak Kamis, termasuk semua yang terluka dan sakit dalam kondisi kritis, kata Komite Palang Merah Internasional, sebagaimana dilansir Al Araby.
Pemerintah Presiden Bashar Asad sedang menunggu akhir evakuasi sehingga dapat mengumumkan berakhirnya serangan untuk merebut kembali kubu pejuang oposisi tersebut.
Meskipun ada badai salju pada Rabu, evakuasi terus dilakukan selama hari itu dengan menggunakan puluhan bus dan kendaraan lainnya.
Juru bicara Palang Merah Internasional, Ingy Sedky, mengatakan bahwa konvoi terakhir masih menunggu untuk dievakuasi dari Aleppo timur, dan operasi akan melibatkan beberapa perjalanan.
Evakuasi tersebut mengalami penundaan karena ada beberapa gangguan.
Selama penundaan itu, pengungsi menghabiskan waktu berjam-jam dalam suhu beku menunggu di dalam bus untuk berangkat, saat salju menyelimuti Aleppo dan berputar-putar melalui bangunan yang hancur.
“Para penumpang, termasuk wanita, anak-anak dan orang tua, menderita kedinginan. Mereka tidak memiliki makanan atau air,” kata Ahmad al-Dbis, yang memimpin tim dokter dan relawan yang mengkoordinir evakuasi.
Badan amal Save the Children memperingatkan bahwa mereka yang dievakuasi dari Aleppo mengalami kondisi yang mengerikan, tidur di bangunan atau tenda-tenda tanpa pemanas dalam suhu di bawah nol.
Ribuan orang telah tiba di pedesaan Aleppo dan Idlib selama beberapa hari terakhir, tapi salju berat telah menghambat upaya pemberian bantuan.
Ribuan anak-anak dan bayi berada di antara mereka yang sangat rentan, terutama karena banyak anak-anak yang lemah dan kurang gizi setelah berbulan-bulan dikepung tanpa makanan yang sesuai,” katanya.
Penundaan pada Rabu itu tampaknya dihubungkan dengan evakuasi paralel warga yang terjadi di desa-desa Syiah Fouaa dan Kafraya di barat laut Suriah.
(ameera/arrahmah.com)