JAKARTA (Arrahmah.com) – Dengan melihat kondisi jenazah Siyono, korban kezaliman Densus 88, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan ada dugaan Siyono disiksa sebelum meninggal dunia.
“Mungkin sebelum meninggal ada penyiksaan yang terjadi pada Siyono,” kata kata Staf Divisi Hak Sipil dan Politik KontraS Satrio Wirataru di kantor KontraS Jakarta Pusat, Sabtu (26/3/2016).
Untuk itu Kepolisian perlu menyidik kembali kasus ini. Menurut Wira harusnya polisi tidak cepat puas mendapat laporan bawahannya. Untuk itu perlu penyidikan yang mendalam. Karena dilihat dari luka-luka yang ada pada jenazah Siyono itu tidak bersumber dari pukulan satu orang polisi yang mengawal.
Dikatakan Wira, dalam pernyataan persnya polisi sempat melakukan visum kepada korban sebelum jenazah dikembalikan kepada keluarganya. Artinya polisi sesungguhnya tidak kekurangan bukti untuk mencoba menindak anggota polisi yang melakukan penyiksaan tersebut
Kata dia ini soal kemauan saja dari institusi Polri untuk melakukan penytidikan terhadap dugaan penyiksaaan terhadap Siyono.
Ditambahkan Wira, siapapun yang berurusan dengan Densus 88 baik dia korban salah tangkap maupun korban meninggal, ada pola intimidasi terhadap mereka ini. Antara lain ditekan untuk menandatangani surat pernyataan tidak menuntut polisi.
“Bahkan untuk kuasa hukum sendiri keluarga tidak diberi kebebasan,” katanya.
Kuasa hukum, kata Wira, disediakan dari pihak Polri.
“Yang mana posisinya pun tidak membela kepentingan keluarga,” jelasnya.
Dari intimadasi seperti ini, nampak ini melangar sekali hak azasi. Karena untuk mengajukan pembela adalah hak azasi semua orang. Polisi, kata dia, tidak punya kewenangan untuk melarang seseorang melakukan penuntutan secara hukum.
Sebagai informasi, terhadap aksi kekerasan dan intimidasi ini, hingga saat ini keluarga korban hanya mendapatkan uang untuk pemakaman almarhum Siyono.
“Tidak ada bentuk kompenassi lainnya yang layak,” ujarnya.
Terkait temuan banyaknya kejanggalan pada kasus penagkapan, penggeledahan, dan kematian Siyono. KontraS dalam rilisnya mendesak 3 hal;
Pertama, Pemerintah Indonesia, lewat Mabes Polri, bersama Ombudsmen RI dan Komnas HAM, untuk segera melakukan tindakan hukum, secara bersamaan saling melengkapi antara mekanisme hukum pidana maupun etik, atas serangkaian dugaan mal administrasi dan penyiksaan yang menyebabkan kematian Siyono.
Kedua, Polri harus mengevaluasi dan memperbaiki cara kerja dan kualitas operasi Densus 88 dalam mematuhi prosedur penyidikan yang sah secara hukum.
Ketiga, Polri harus memastikan segala upaya intimidasi terhadap keluarga-keluarga korban tidak terjadi dan menjamin kebebasan keluarga korban untuk menuntut atau mencari keadilan terkait dengan segala penderitaan dan kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam operasi Polri.
(azmuttaqin/arrahmah.com)