MEDAN (Arrahmah.com) – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekeresan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut), mengecam aksi kekerasan yang dilakukan sejumlah aparat TNI AU dari Pangkalan Udara (Lanud) Soewondo, saat membubarkan aksi unjuk rasa warga Kelurahan Sari Rejo, Polonia, Medan, Senin (15/8/2016) petang.
“TNI AU telah sewenang-wenang melakukan tindakan kekerasan kepada warga. Banyak yang jadi korban. Mulai dari ibu-ibu sampai anak di bawah umur. TNI bahkan telah secara membabibuta mengejar dan memukuli warga,” ujar Ronal, Staf Advokasi KontraS Sumut, Senin (15/8/2016) malam, lansir Okezone.
Ronal juga menyayangkan sikap Polisi yang cenderung pasif dan membiarkan aksi kekerasan tersebut berlangsung.
“Saya sore tadi sudah di sana. Kami bersama Camat Medan Polonia sudah meminta agar TNI AU menahan diri. Tapi kita tidak digubris. Polisi pun hanya menonton saja dan tidak berupaya menenangkan situasi,” tukasnya.
Dengan kejadian ini, KontraS Sumut dalam rekomendasinya, meminta agar Panglima TNI untuk melakukan evaluasi terhadap aksi arogan jajarannya itu. Karena apa yang dilakukan TNI AU dianggap sangat tidak manusiawi.
“Kita mendapatkan informasi kalau TNI AU sampai melakukan sweeping ke rumah warga dan bahkan sampai ke Masjid. Ini kan sudah tidak benar dan berlebihan. Harus ada evaluasi menyeluruh,” tandasnya.
Mengutip laporan Tribunmedan, ratusan warga Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia, histeris sesaat mengetahui ada temannya yang diciduk dan disiksa petugas TNI AU saat unjuk rasa di Jalan Polonia, Senin (15/8/2016). Puluhan ibu-ibu yang berada di lokasi berusaha menerobos barikade petugas TNI AU.
“Jangan kalian siksa, Pak. Kenapa kok main kekerasan. Jangan main pukul begitu pak,” teriak ibu-ibu sembari mengucap istighfar.
Namun TNI AU tetap menarik pria yang mengenakan jaket hitam itu. Pria tersebut ditendangi berkali-kali di areal TNI AU.
“Pak, jangan disiksa begitulah. Kok sudah seperti penjajah kalian. Kami ini masyarakat kecil,” teriak seorang perempuan.
Seorang pria yang dipukuli dan ditendang terlihat tersungkur berkali-kali ke tanah. Bahkan, suara tendangan dan hantaman terdengar begitu keras saat sepatu boots TNI AU menempel di kepala pria tersebut.
Komandan Lanud Soewondo, Kolonel Ariefien langsung meminta anggotanya untuk tidak kembali melakukan pemukulan. Ariefien meminta agar semua pasukan TNI AU tenang.
“Jangan dipukuli! Sudah, sudah. Diamankan saja. Enggak ada yang boleh main kekerasan,” teriak Ariefien
Wartawan turut jadi korban
Pada bentrokan tersebut dua orang jurnalis yaitu Array Argus dan Andry Safrin juga turut menjadi korban keberingasan prajurit TNI AU.
Awalnya para awak media melakukan peliputan aksi unjuk rasa warga yang ingin mempertahankan tanah mereka yang akan dijadikan rusunawa. Tiba-tiba bentrokan pecah antara warga dengan prajurit TNI AU.
Array beserta Andri Safrin, dan beberapa jurnalis lainnya pun turut diserang secara beringas oleh prajurit TNI AU dengan menggunakan kayu, pentungan, tombak, dan senjata laras panjang.
“Aku ditarik dan dihantam kayu, lalu diseret-seret dan dipijak-pijak. Aku sudah teriak bahwa aku jurnalis, sambil menunjukkan identitasku. Tapi orang itu (prajurit TNI AU) bilang gak urus,” kata Array yang merupakan jurnalis Tribun Medan.
Sementara itu, jurnalis MNC TV Andri Safrin mengatakan, prajurit TNI AU juga mengambil HP, dompet, dan kamera handycam-nya juga dihancurkan.
“Aku dicekik dan dipukuli pakai pentungan dan kayu. Handphone dan kamera-ku pun direbut serta dirusak, bahkan dompetku diambil sama mereka,” ucapnya di Rumah Sakit Mitra Sejati, sembari menjalani perawatan bersama Array.
Atas peristiwa tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan bereaksi keras dan menuntut POM TNI AU untuk mengusut kasus ini secara tuntas dan memberi hukuman setimpal kepada para prajurit TNI AU yang melakukan penganiayaan tersebut.
(azm/arrahmah.com)