JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras) menyoroti penggunaan senjata api oleh Polisi. Dalam kurun waktu Juni 2018 sampai Mei 2019, Kontras menemukan peristiwa 423 penembakan yang mengakibatkan 435 jiwa luka-luka dan 229 tewas. Jumlah tersebut didapat dari pemantauan media, informasi jaringan, serta pendampingan kasus oleh KontraS.
Peneliti Kontras, Rivanlee Anandar, mengatakan ada dua alasan polisi melakukan penembakan. Pertama, korban dianggap melawan aparat. Kedua, korban melarikan diri dari kejaran polisi.
“Dalam kasus penggunaan senjata api ini korbannya kebanyakan pelaku kriminal,” ujarnya di kantor Kontras, Senen, Jakarta Pusat, Senin (1/6/2019), lansir Merdeka.com.
Namun, ia mempertanyakan kesesuaian penggunaan senjata api tersebut dengan tindakan yang dilakukan pelaku maupun situasi di lapangan.
“Itu yang sulit sekali kita temukan karena beberapa peristiwa itu berujung pada kematian korban, atau korban merasa ditekan sehingga tidak mau mengatakannya sejujurnya,” imbuhnya.
Kontras mengungkapkan, akuntabilitas penggunaan senjata api menjadi persoalan penting bahwa kepolisian tidak bisa semena-mena menarik pelatuk atau melakukan tindakan yang menyebabkan kematian seseorang.
Kontras meminta penggunaan senjata api sejalan dengan Peraturan Kapolri nomor 1 Tahun 2009 tentang standar dan praktik hak asasi manusia untuk polisi.
Yaitu, semua insiden penggunaan kekuatan atau senjata api harus dilaporkan dan ditinjau oleh pejabat tinggi. Kemudian, pejabat tinggi harus bertanggung jawab atas tindakan polisi dibawah komandonya jika tahu tentang pelanggaran, tetapi gagal mengambil tindakan nyata.
“Pejabat yang melakukan pelanggaran aturan ini tidak akan dimaafkan dengan alasan bahwa mereka mengikuti perintah atasan,” tegas Rivanlee.
Dari data pengaduan dan pendampingan Kontras, penggunaan senjata api masih menjadi instrumen dominan dari tindakan penyiksaan.
Beberapa kasus yang dihimpun Kontras adalah penembakan terhadap Apria (Sumatera Selatan), Ridwan (Sigi), Indra (Sorong) dan Mince dan Nelma (Halmahera Selatan).
(ameera/arahmah.com)