ISTANBUL (Arrahmah.com) – Para ulama Muslim dari seluruh dunia akhirnya menyetujui kalender Islam terpadu pada Senin (30/5/2016) untuk menentukan hari besar agama Islam dan hari raya.
Perwakilan dari sekitar 50 negara termasuk Turki, Malaysia, Mesir dan AS menyetujui usulan tersebut pada sebuah konferensi di Istanbul, lansir Anadolu Agency.
Setelah melalui diskusi yang lama, akhirnya para pakar dan peserta yang hadir dalam kongres penyatuan kalender menyepakati kalender unifikatif sebagai kalender Islam internasional yang akan diberlakukan di seluruh dunia.
“Kongres telah memilih kalender tunggal untuk diterapkan di seluruh dunia,” ungkap Mehmet Gormez, kepala Direktorat Urusan Agama Turki, pada pertemuan tersebut.
Sehari sebelumnya dua konsep kalender, yaitu kalender unifikatif dan kalender zonal, di godok oleh para pengkaji. Sempat terjadi perdebatan sengit antara dua kubu pendukung konsep kalender tersebut pada hari kedua kongres. Hal itu seperti diungkapkan Nidhal Guessoum dalamfanspage resminya, Ahad (29/5/2016), lansir tarjih.or.id.
“Diskusi panas terjadi hari ini (hari kedua) di arena kongres penyatuan kalender Islam. Jalaluddin Khanji memaparkan kalender Islam unifikatif dan Haiman Mutawalli memaparkan kalender Islam zonal. Selain itu Muhammad Odeh juga memberikan pemaparan tentang perbedaan dua konsep kalender tersebut.” ungkap Nidhal.
Cukup mengherankan karena Yusuf al-Qaradhawi dalam kongres ini termasuk dalam kelompok pendukung kalender zonal. Selain al-Qaradhawi, ulama Saudi Sa’ad al-Khatslan, yang hadir dalam kongres tersebut juga mendukung konsep kalender itu. Baginya ada persoalan fikih yang tidak bisa diselesaikan begitu saja ketika akan mewujudkan kalender Islam unifikatif.
“Ada persoalan fikih serius yang tidak bisa diselesaikan begitu saja dalam masalah kalender ini. Akan ada sebagian umat Islam yang memulai puasa, padahal sebenarnya hilal belum mungkin dirukyat. Oleh karena itu kalender unifikatif tidak mungkin diberlakukan dan karenanya saya sepakat dengan pendapat Yusuf al-Qaradhawi.” jelas al-Khatslan, seperti dilansir akhtar.net, Senin (30/5/2016).
Menaggapi pendapat itu, Syamsul Anwar, ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang hadir dalam kongres tersebut turut berkomentar.
“Sungguh sebagian umat Islam di dunia, termasuk di negara kami akan terus mengalami penderitaan selama tidak bisa disatukannya hari raya secara bersama-sama (selamat tidak adanya kalender Islam unifikatif)” ungkap Guru Besar Usul Fikih itu, seperti dilansir akhtar.net, Senin (30/5/2016).
Seperti diketahui, Syamsul Anwar sendiri merupakan salah satu pendukung kalender unifikatif bersama Jamaluddin ‘Abdurraziq dan para pakar yang lain. Bagi ketua Majelis Tarjih itu, kalender unifikatif adalah solusi kongkrit atas problem-problem yang muncul terkait perbedaan perayaan momen keagamaan umat Islam selama ini. Adapun kalender zonal, justru akan mengakibatkan umat Islam pada tahun-tahun tertentu memiliki satu hari dengan tanggal yang berbeda.
Tidak menemukan titik temu di hari kedua kongres, panitia dan forum menyepakati untuk melakukan voting keesokkan harinya. Di hari terakhir itu, konsep kalender unifikatif terpilih sebagai kalender Islam internasional untuk diberlakukan di seluruh dunia mengalahkan konsep kalender zonal.
“Forum telah menyepakati untuk memilih kalender Islam unifikatif sebagai kalender yang diberlakukan di seluruh dunia. Kalender ini berdasarkan hisab astronomi, namun demikian tidak mengabaikan rukyat fikliah begitu saja. Kalender unifikatif yang kita sepakati ini merupakan gagasan seorang pakar bernama Jamaluddin ‘Abdurraziq.” jelas Muhammad Ghurmazi, ketua Presidency of Religious Affairs Turki, dalam siaran persnya seperti dikutip daralakhbar.com, Senin (30/5/2016).
Kalender Islam unifikatif ini adalah konsep kalender dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia, dengan patokan konjungsi di GMT. Adapun kalender zonal yaitu kalender yang membelah dunia menjadi dua tanggal berdasarkan zona barat dan timur.
(ameera/arrahmah.com)