MANILA (Arrahmah.com) – Pemerintah Filipina berusaha untuk mengakhiri konflik yang telah terjadi beberapa dekade dengan menyetujui RUU yang memungkinkan pemerintahan sendiri untuk minoritas Muslim di Mindanao, sebuah pulau yang kaya sumber daya alam, pada Rabu (30/5/2018), sebagaimana dilansir Daily Sabah.
Anggota parlemen menyetujui pengesahan RUU tersebut dengan prosentase 227 suara banding 11, dengan 2 abstain, di mana keputusan tersebut dinilai dapat menjadi kunci untuk mewujudkan perdamaian abadi dengan kelompok bersenjata dan menggagalkan munculnya militansi di wilayah termiskin negara itu.
RUU tersebut adalah hasil dari kesepakatan damai 2014 antara Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan pemerintah untuk mengakhiri hampir 50 tahun konflik yang telah menewaskan lebih dari 120.000 orang dan menelantarkan 2 juta orang lainnya.
Dengan disahkannya RUU tersebut maka warga Muslim Moro berhak untuk mendirikan wilayah yang dikelola sendiri di suatu daerah yang disebut sebagai Bangsa Moro, meliputi gunung, pulau dan hutan yang merupakan tempat tinggal bagi setidaknya 4 juta orang yang mayoritas Muslim.
Presiden Rodrigo Duterte, yang merupakan walikota sebuah kota di pulau selatan selama 22 tahun, telah menekankan pentingnya mendapatkan undang-undang sah dan tersertifikasi, sehingga ia mendesak pada Selasa (29/5) untuk mendapatkan persetujuan tersebut sebelum ia pensiun pada 2 Juni.
Pemerintahan sebelumnya menemui banyak rintangan dan gagal meloloskan RUU, memicu kebencian dan ketidakpercayaan di kalangan minoritas Muslim.
Pertempuran Marawi adalah yang terbesar yang pernah dilihat Filipina sejak Perang Dunia II dan memicu kekhawatiran yang lebih luas bahwa para militan berambisi menjadikan Mindanao sebagai basis untuk operasinya di Asia Tenggara.
Ratusan orang terbunuh di Marawi, lebih dari 350.000 orang mengungsi dan separuh kota hancur. Hingga kini darurat militer masih berlaku di Mindanao.
Meskipun beberapa militan yang bertempur di Marawi adalah mantan anggota MILF dan memiliki hubungan baik dengan Duterte.
Mindanao, sebuah pulau seukuran Korea Selatan, adalah sebuah wilayah di selatan Filipina, wilayah tersebut memiliki kekayaan alam berupa tambang nikel dan ladang buah, selain itu masih terdapat lahan luas yang ingin dikonversi pemerintah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Namun perang yang terus berkecamuk di daerah tersebut telah membuat para investor tidak tenang.
Setelah ditandatangani dan disahkan menjadi undang-undang, Bangsa Moro akan memiliki kekuasaan eksekutif, legislatif dan fiskal sendiri, tetapi pemerintah pusat akan terus mengawasi pertahanan, keamanan, urusan luar negeri, dan kebijakan moneter. (Rafa/arrahmah.com)