JAKARTA (Arrahmah.com) – Pemerintah pusat dan pemerintah daerah diminta mencermati dan mengambil tindakan nyata untuk mengatasi konflik di Poso, Sulawesi Tengah. Masalahnya pertikaian kini bergeser antara warga dengan polisi dari semula antar warga.
“Harus dicari akar masalah untuk menyelesaikan konflik antar warga dan polisi disana,” kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada Pelita, Kamis (6/6).
Dikatakan Neta bahwa pasca perdamaian Malino konflik sosial di Poso relatif mereda. “Tapi kemudian konflik justru bergeser menjadi pertikaian warga dengan polisi,” ujarnya.
Dia mengungkapkan selama delapan bulan terakhir ada enam polisi tewas dan empat luka-luka dalam serangan yang dilakukan kelompok masyarakat yang disebut-sebut sebagai teroris di Poso.
Selain itu kata dia, ada empat kantor polisi menjadi korban serangan bom sejak 16 Oktober 2012 hingga 3 Juni 2013. “Bergesernya konflik di Poso ini tentu menjadi hal yang sangat memprihatinkan,” kata Neta.
Diakuinya untuk menyelesaikan konflik baru tersebut tentu tidak bisa hanya mengandalkan Polri, dalam hal ini Polres Poso dan Polda Sulteng.
“Tapi pemda setempat dan pemerintah pusat harus ikut bekerja keras untuk segera mengatasinya dengan cara mengerahkan perangkat-perangkat untuk mencari akar masalah dan menyelesaikannya dengan pendekatan sosial,” ujar Neta.
Masalahnya, kata dia, pendekatan represif oleh Polri tidak mampu mengatasi masalah. “Justru yang terjadi tingkat radikalisme di Poso semakin tinggi. Bahkan, menimbulkan dendam tersendiri bagi sebagian masyarakat terhadap polisi.”
Oleh karena itu, tutur Neta dalam mengatasi konflik pemerintah dan Polri sudah saatnya solid bekerjasama dan bahu membahu.
Pandangan Majelis Mujahidin
Dalam percakapan dengan arrahmah.com Rabu (5/6/2013), komandan panglima laskar Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), ustadz Syawal Khan mengatakan, sesungguhnya sekarang ini Poso masih daerah konflik. “Pernyataan bahwa Poso sudah aman, adalah pernyataan sepihak, yakni pemerintah. Padahal Poso sampai saat ini adalah dearah konflik.” Tegas ustadz Syawal.
Karena itu dia menambahkan terjadinya bom di Poso untuk mencarai selamat, sebab Poso adalah daerah konflik. Kalau ini terjadi di daerah lain maka akan terjadi letupan-letupan yang besar dan akan terjadi konflik horizontal yang lebih luas.
Ustadz Syawal juga sependapat dengan analisa Neta S Pane bahwa konflik ini bergeser ke arah warga versus polisi. Ada ketidakpuasan dari beberapa kelompok dalam upaya penyelesaian konflik di sana. “Mereka yang berjuang dengan menyebut jihad di sana mengatakan bahwa ini adalah sambungan dari perjuangan yang dulu belum tuntas.” Papar ustadz
Karena itu pemerintah harus terbuka dalam membahas keamanan negara. MMI siap memberikan masukan tentang hal ini. MMI sudah memiliki konsep yang bisa diterapkan di lapangan untuk harmonitas di daerah konflik seperri Poso dan daerah-daerah lain.
(azmuttaqin/arrahmah.com)