JAKARTA (Arrahmah.com) – Hizbut Tahrir Indonesia menggelar puncak rangkaian Konferensi Tokoh Umat di Tennis Indoor, Senayan, Jakarta, Kamis (21/6). Dalam Konferensi tersebut, HTI mengusung wacana Khilafah Islamiyah yang dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat dengan memberikan perspektif kajian perbandingan ekonomi.
“Ini bagaimana Khilafah mampu mensejahterakan, kita ingin membandingkan head to head khilafah dengan sistem kapitalis. Sistem kapitalis itu apa dan akibatnya seperti apa,” kata Jubir HTI Ismail Yusanto di sela-sela acara Konferensi Tokoh Umat kepada arrahmah.com, Jakarta, Kamis( 21/6).
Ismail menerangkan, bahwa dalam sistem ekonomi Islam memiliki perbedaan yang jauh terkait kemampuan tumbuh, berkembang, bertahan, dan capaian kesejahteraan kepada masyarakat.
“Kapitalis itu tumbuh, tapi tumbuh semu, tumbuh tidak stabil, dan tumbuh tidak mensejahterakan. Sedangkan sistem ekonomi Khilafah itu mensejahterakan. Karena politik ekonomi Daulah Khilafah fokus kepada distribusi kekayaan pada orang per orang, individu per individu, bukan pada kekayaan agregat. Sebagaimana sistem ekonomi kapitalis yang mengartikan pertumbuhan sebagai kenaikan pendapatan total, pendapatan agregat yang disebut produk domestik bruto, yang kemudian dibagi jumlah penduduk maka keluarlah pendapatan perkapita,” paparnya.
Tambahnya, kegagalan mekanisme distribusi agregat kapitalisme dapat dilihat secara riil dengan yang terjadi di indonesia. Dimana Indonesia memiliki pertumbuhan makro yang besar, tetapi masih banyak masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.
“Indonesia ini 3.000 (pendapatan perkapita), bahkan 3.400 sekian dollar, 3.000 ini sebenarnya banyak, itu kira-kira 30 juta, berarti pendapatan rata-rata penduduk Indonesia harusnya 2,5 juta. Tapi, kenyataannya kan tidak seperti itu. Karena kalau menggunakan garis kemiskinan yang dibuat World Bank, 2 dollar perhari berarti 600 ribu perorang perbulan, jauh dibawah 1,5 juta. Itu masih ada 110 juta orang Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Terus di mana angka 3.000 dollar itu?” ungkap Ismail.
Melihat fakta tersebut, Ismail berpendapat, pertumbuhan agregat ala kapitalisme ini terbukti gagal mensejahterakan masyarakat.
“Jadi pertumbuhan agregat itu tidak menjawab. Kalau ekonomi Islam memastikan fokus pada orang per orang, memastikan per kepala itu terpenuhi kebutuhan azasi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, serta keamanan,” ucapnya.
Dalam konferensi tersebut, HTI juga mengulas persoalan hutang yang menurutnya menjadi sumber persoalan ekonomi yang melanda Indonesia. “Jadi hutang itu lahir karena cara pandang yang keliru mengenai pemenuhan kebutuhan anggaran negara. Lalu yang kedua, hutang itu menjadi instrumen untuk mendominasi negara lain. Jadi sudah cara pandang kita yang keliru, yang sana yang memberikan menjadikannya alat (untuk menguasai suatu negara),” terang Ismail.
Dia menambahkan, pada dasarnya hutang bukanlah suatu hal yang terlarang untuk dilakukan oleh negara. Namun, dalam pandangan Islan hutang mempunyai batas-batasan agar tidak menzholimi salah satu pihak.
“Hutang boleh saja karena dalam Islam pun ada tentang hutang. Tapi satu, hutang itu harus diambil berdasarkan kebutuhan riil. Nah, di Indonesia kan anggaran dibuat tidak berimbang. Kebutuhan lebih banyak, pemasukan dibuat kecil, jadi tampak ada yang kurang, ada defisit. Jadi dicarikan hutang, jadi hutang itu dibuat. Yang kedua, hutang itu tidak boleh ada bunga, dan ketiga, hutang tidak boleh dijadikan alat untuk menekan negara yang berhutang,” pungkasnya.
Dia pun menerangkan sebelumnya dalam rangkaian acara tersebut, Hizbut Tahrir sudah memaparkan tawaran solutif kepada pemerintah untuk menyelesaikan persoalan hutang dan masalah pemenuhan APBN.
Dalam acara tersebut, menurut Joko selaku panitia, setidaknya, sekitar 4.600 kiai, ustadz, mubalighah, politisi, pengusaha, akademisi se-Jabodetabek dan sekitarnya terkonfirmasi secara riil turut meramaikan acara tersebut. Nampak pula, beberapa Tokoh HTI mengisi acara tersebut, di antaranya Ustadz Rahmat S. Labib, Ustadz Hafidz Abdurahman, Ustadz Tun Kelanajaya, Jubir HTI Ismail Yusanto, dan sebagainya. (bilal/arrahmah.com)