ISLAMABAD (Arrahmah.com) – Pemimpin partai politik Pakistan dan pemimpin militer telah memutuskan untuk mengadakan “pembicaraan damai” dengan semua kelompok “militan”, termasuk Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP).
Keputusan untuk memulai proses dialog dengan “semua pihak” telah disetujui oleh Konferensi Seluruh Partai (APC) yang diketuai oleh Perdana Menteri, Yousaf Raja Gilani pada Kamis (29/9/2011), lapor The Express Tribune.
Pemerintah boneka Pakistan mengadakan pertemuan maraton selama 9 jam untuk menunjukkan persatuan nasional dalam menghadapi apa yang dianggap sebagai ancaman oleh Amerika Serikat.
“Pakistan harus memulai dialog dengan pandangan untuk bernegosiasi damai dengan orang sendiri di daerah kesukuan dan menggunakan mekanisme yang tepat untuk diletakkan di tempat itu,” ujar poin ke-13 deklarasi bersama yang dikeluarkan setelah pertemuan.
Sementara pernyataan tidak menjelaskan dengan siapa Pakistan harus memulai dialog, beberapa peserta pertemuan mengatakan frase “orang sendiri” adalah referensi untuk kelompok-kelompok “militan” termasuk TTP.
“Saya secara pribadi menentang berbicara dengan ‘teroris’, tapi harus mendukung demi persatuan nasional,” ujar Sahibzada Fazl Karim, yang bertentangan dengan Taliban dan berasal dari sekte Deobandi.
PM Pakistan mengatakan baru-baru ini AS mengklaim telah menuduh negara itu mendukung jaringan Haqqani yang telah mengejutkan Islamabad, lapor Press TV.
“Pernyataan Amerika mengejutkan kami dan meniadakan ‘pengorbanan’ kami dan ‘keberhasilan’ dalam perang melawan ‘teror’,” ujarnya.
Konferensi itu sendiri diselenggarakan sebagai kesatuan tindakan dalam menghadapi tekanan AS dan ancaman yang berkembang.
Sebuah resolusi yang dikeluarkan pada akhir konferensi yang menggambarkan pernyataan Mullen “tak berdasar” dan memperingatkan bahwa Pakistan akan berdiri bersatu dalam “mengalahkan ancaman terhadap keamanan nasional.”
AS terus bersitegang dengan Islamabad. Hal ini semakin diperparah dengan munculnya ungkapan dari sejumlah pejabat AS bahwa Pakistan mendukung jaringan Haqani yang diklaim merupakan otak di balik penyerangan di kedubes AS di Kabul beberapa waktu lalu. (haninmazaya/arrahmah.com)