RIYADH (Arrahmah.id) – Hari pertama Konferensi Bisnis Arab-Tiongkok tahun ini di Arab Saudi pada Ahad (11/6/2023) telah menghasilkan perjanjian senilai $10 miliar, menurut sumber.
Kesepakatan dalam industri mobil listrik mencapai $5 miliar, sumber mengatakan kepada Al Arabiya.
Diperkirakan kontrak akan berjumlah lebih dari $40 miliar selama dua hari acara bisnis di Riyadh, lansir surat kabar Asharq Al-Awsat.
Al Arabiya melaporkan bahwa pada hari pertama, Menteri Luar Negeri negara tuan rumah Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan Cina adalah mitra dagang senilai $430 miliar untuk dunia Arab, angka yang lebih tinggi daripada negara lain mana pun.
Dia juga mengatakan perjalanan pemimpin Cina Xi Jinping ke Arab Saudi “mengkonsolidasikan hubungan bilateral lebih lanjut”.
“Konferensi pengusaha Arab dan Cina merupakan kesempatan bagi sektor swasta untuk membahas prospek investasi,” kata Pangeran Faisal.
“Ini juga merupakan kesempatan untuk memperkuat persahabatan Arab-Tiongkok dan bekerja untuk membangun masa depan bersama.”
Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman berbicara tentang masalah minyak.
“Kalau bicara minyak, permintaan minyak di Cina masih terus meningkat. Jadi tentunya harus menangkap sebagian dari permintaan itu. Begitu juga dalam bidang kimia,” ujarnya.
“Jadi tentu saja kami harus menangkap sebagian dari permintaan itu. Kami ingin berinvestasi di Cina, karena kami juga memiliki program ambisius untuk minyak mentah hingga bahan kimia.”
Edisi ke-10 Konferensi Bisnis Arab-Tiongkok diselenggarakan setelah Pangeran Faisal, dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Kamis (8/6), mengatakan hubungan Riyadh dengan Beijing bukanlah “permainan zero-sum”.
Pangeran Faisal mengecilkan pembicaraan bahwa kerajaan itu menjauh dari AS demi saingannya Cina.
“Saya tidak menganggap permainan zero-sum ini,” kata Pangeran Faisal di Riyadh.
“Kita semua mampu memiliki banyak kemitraan dan banyak keterlibatan dan AS melakukan hal yang sama dalam banyak hal.
“Jadi saya tidak terjebak dalam pandangan yang sangat negatif ini. Saya pikir kita benar-benar dapat membangun kemitraan yang melintasi batas-batas ini.”
Peran Cina yang berkembang di Timur Tengah ditunjukkan ketika menjadi perantara pemulihan hubungan yang mengejutkan antara Arab Saudi dan Iran pada Maret, tujuh tahun setelah kedua negara memutuskan hubungan.
Kesepakatan itu, diumumkan di Beijing, menyusul ketegangan baru-baru ini antara Arab Saudi dan AS, penjamin keamanannya yang telah berusia puluhan tahun, terutama terkait hak asasi manusia dan harga minyak.
Tetapi Blinken mengatakan pada Kamis (8/6): “Kami juga sudah sangat jelas bahwa kami tidak meminta siapa pun untuk memilih antara Amerika Serikat dan Cina.
“Kami hanya mencoba untuk menunjukkan manfaat dari kemitraan kami dan agenda afirmatif yang kami bawa.” (zarahamal/arrahmah.id)