JAKARTA (Arrahmah.com) – Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) menyatakan, ketahanan nasional Indonesia saat ini sudah pada tahap lampu kuning, artinya tarap peringatan bahwa kondisi dalam menuju bahaya. Hal itu kalau dilihat dari segi Pancagattra, yakni ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbud-Hankam), serta dari segi Trigatra.
“Lemhannas mengkaji dari segi Trigatra dan Pancagatra, ketahanan nasional kita dalam kondisi sudah lampu kuning, meski sudah ada upaya perbaikan,” kata Deputi Bidang Pengembangan Strategik Lemhanas Prof Djagal Wiseso Marseno, saat diskusi dengan Badan Pengkajian MPR, di MPR, Senin (28/9/2015), lansir Poskota.
Dalam kajian Lemhannas, hal tersebut dilihat dari 800 indikator yang terdapat dalam Trigatra dan Pancagatra atau Astagatra. Trigatra sendiri terdiri dari geografi, demografi, dan sumbar daya alam (SDA). Setiap indikator diukur dalam penilaian 1-5, kategori terbaik sampai terburuk. “Kondisi ytang sudah lampu kuning itu, Lemhanas terus mengkaji apa penyebabnya dalam 8 gatra tersebut,” katanya.
Dalam kajian itu ada tiga hal yang dibedah, yakni kajian permasalahan mutakhir, aktual, kajian secara khusus,
Prof Dr Jagal MPA mengingatkan, Lemhannas itu merupakan lembaga yang sudah lama, didirikan oleh Bung Karno pada 20 Mei 1965. Lemhannas memiliki tiga tugas pokok dan fungsi, yaitu dalam membangun bangsa ini diperlukan sistem, tidak cukup dengan senjata, bedil, militer dan tentara yang kuat.
“Karena itu, setiap anak bangsa harus memahami geografis untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Terkait, DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM, dalam bukunya Syiah Menurut Sumber Syiah, Ancaman Nyata NKRI. memaparkan latar belakang kehadiran Syiah dari mulai revolusi Iran tahun 1979 hingga ekspansi ideologi transnasional Syiah Iran ke Indonesia. Hal mana, ini tidak bisa begitu saja diabaikan oleh umat Islam, terlebih lagi oleh para penentu kebijakan negeri ini. Karena, Syiah merupakan ancaman terhadap keutuhan dan kedaulatan NKRI, selain ancaman terhadap akidah.
Menurut dia pada artikelnya yang berjudul Kriminalisasi ideologi Syi’ah Iran dalam perspektif ketahanan nasional, mengenai tindak pidana terhadap kepentingan agama berhubungan dengan dasar Negara Pancasila dan UUD 1945 yang menempatkan agama sebagai hal yang penting, dan menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila yang pertama, maka dapat dibenarkan pembentukan delik-delik agama yang perlu mendapat perhatian khusus untuk diberikan prioritas atas dasar religionsschutz theorie (yaitu teori yang memandang agama itu an sich sebagai kepentingan hukum yang harus dilindungi atau diamankan oleh Negara).
Angota Divisi Pengkajian & Fatwa MIUMI DKI Jakarta ini, menilai religionsschutz theorie adalah yang paling tepat untuk diterima dalam kaitannya dengan konteks penyimpangan ajaran pokok agama, terlebih lagi dalam kasus Syi’ah Iran. Ancaman Syi’ah Iran tidak hanya ditujukan kepada ajaran pokok agama tetapi juga terkait dengan eksistensi NKRI. Kedua ancaman tersebut sangat relevan dengan teori yang memandang agama itu an sich sebagai kepentingan hukum yang harus dilindungi atau diamankan oleh Negara. Imam al-Ghazali rmh berbicara tentang Tata Negara Islam, dikatakan bahwa “Agama adalah fondasi, pemerintahan sebagai penjaganya. Apa-apa yang tidak ada fondasinya pasti rubuh dan apa-apa yang tidak dijaga pasti akan hilang.” Sesuai dengan paradigma simbiotik yang dianut oleh Indonesia, Negara memliliki legitimasi untuk melindungi ajaran pokok agama Islam dari segala penyimpangan dan penodaan, termasuk eskpansi ideologi transnasional Syi’ah Iran.
(azm/arrahmah.com)