DHAKA (Arrahmah.id) — Beredar viral video seorang imam shalat jenazah diseret polisi Bangladesh ketika sedang memimpin shalat jenazah di ibukota Bangladesh, Dhaka.
Dilansir Daily Sun (17/7/2024), kejadian itu terjadi saat imam memimpin shalat jenazah untuk para mahasiswa yang dibunuh oleh aktivis Liga Chhatra, sayap pelajar dari partai berkuasa Liga Awami.
Pada Rabu sekitar pukul 16.00, ribuan mahasiswa yang membawa enam peti mati (simbolis) berkumpul di depan kediaman Wakil Rektor untuk melakukan doa bersama teman mereka yang tewas akibat bentrokan.
Sebelumnya, mereka mengadakan melakukan demo sejak beberapa pekan terakhir untuk menolak sistem kuota untuk pekerja pemerintah atau PNS di negara itu.
Namun aksi demo mereka disikapi dengan tindakan represif oleh aparat kepolisian setempat dan sejumlah simpatisan partai berkuasa.
Mereka kemudian membubarkan mereka dengan tembakan senapan, granat, pemukulan terhadap mahasiswa, dan menahan sejumlah tokoh yang menjadi inisiator aksi.
Di ibu kota Dhaka, sedikitnya 234 orang terluka. Rumah Sakit Perguruan Tinggi Kedokteran Dhaka, mengatakan ratusan mahasiswa itu telah mendapatkan perawatan di rumah sakit.
“Sebanyak 234 mahasiswa mendapat perawatan di rumah sakit kami menyusul bentrokan mahasiswa pada Senin,” Brigjen Jenderal sekaligus Direktur Rumah Sakit Perguruan Tinggi Kedokteran Dhaka, Asaduzzaman, dikutip dari Arab News (17/7).
Protes meningkat pada hari Ahad, setelah Perdana Menteri Bangladesh Hasina memprovokasi keadaan.
“Jika cucu pejuang kemerdekaan tidak menerima manfaat, siapa yang akan mendapatkannya? Cucu para razakar?” ujar dia.
Kata “razakar,” sebuah istilah yang sangat ofensif di Bangladesh. Kata itu diartikan bagi seseorang yang tidak berpihak pada pemerintah atau bekerja sama dengan militer Pakistan selama perang tahun 1971.
Mahasiswa dari 35 universitas negara itu telah turun ke jalan untuk melakukan protes keras. Bentrok antara pemuda pro pemerintah dengan pendemo makin memanas hingga menyebabkan lebih dari 400 orang terluka di Dhaka.
Koordinator kelompok Siswa Melawan Diskriminasi, Mohammad Nahid Islam, mengatakan para mahasiswa bukan menolak sistem, tetapi mereka membela keadilan. Jadi mereka menuntut agar sistem untuk pekerja pemerintah bisa diseleksi dari prestasi bukan mengutamakan keturunan dari pejuang 1971.
“Kami menuntut reformasi dengan memberikan sejumlah kuota bagi masyarakat kurang mampu. Kami menuntut perekrutan pekerjaan berdasarkan prestasi,” tegas dia. (hanoum/arrahmah.id)