JAKARTA (Arrahmah.com) – Jakarta – Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) menilai kasus ‘sastrawan’ Sitok Srengenge yang aktif di Komunitas Salihara terjadi karena adanya relasi kuasa yang timpang antara Sitok Srengenge (48) dan korban, RW (22), mahasiswi Universitas Indonesia. Relasi kuasa yang timpang tersebut diakibatkan oleh Sitok Srengenge yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan.
“Penyalahgunaan kuasa untuk memperoleh layanan seksual adalah bentuk Eksploitasi Seksual,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Arimbi Heroepoetri dalam rilis yang diterima redaksi, Jakarta, Ahad (1/12/2013) malam.
Arimbi mengatakan, eksploitasi Seksual, berbeda dari pelecehan Seksual. Eksploitasi seksual dan pelecehan seksual adalah 2 dari 15 jenis Kekerasan Seksual yang dialami perempuan Indonesia. Kelima belas jenis kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di Indonesia antara lain eksploitasi seksual, perkosaan dan pencabulan, percobaan perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan manusia untuk tujuan seksual, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, prostitusi paksa, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, kontrol seksual termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, dan kontrasepsi/sterilisasi paksa.
Dari data yang dihimpun Komnas Perempuan sedikitnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya. Pada tahun 2012 saja, tercatat 4.336 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Empat jenis kekerasan yang paling banyak ditangani adalah perkosaan dan pencabulan (1620), percobaan perkosaan (8), pelecehan seksual (118), dan trafiking untuk tujuan seksual (403). Kekerasan seksual tersebut terjadi baik di lingkungan rumah, di tengah-tengah masyarakat maupun dilakukan oleh aparat negara.
Sementara itu, terkait pemaafan istri dan dukungan keluarga terhadap Sitok, Arimbi menekankan bahwa hal itu tidak akan mengurangi tanggung jawab hukum perihal dugaan kejahatan yang dilakukan ‘sastrawan’ tersebut.
“Pemaafan dari istri dan keluarga, maupun janji SS untuk bertanggung jawab secara sosial tidak mengurangi pertanggungjawaban hukum atas tindak kejahatan yang dilakukan SS,”tegasnya.
Seperti yang diberikan beberapa media, ‘sastrawan dan penggiat teater’ di Komunitas Salihara, Sitok Sunarto alias Sitok Srengenge diadukan ke Polda Metro Jakarta lantaran menghamili salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia berinisial RW. Sitok dilaporkan ke pihak berwajib dengan nomor pengaduan TBL/4245/XI/2013/PMJ/Dit Reskrimum. (azm/arrahmah.com)